Sabtu, 29 Desember 2012

USROTUNA

Setiap wanita yang shalihah pasti mendambakan pasangan hidup dari laki laki yang shalih, sehingga ia dapat memimpinnya serta menuntunnya menuju surga Allah. 
Sebab, suami adalah imam bagi rumah tangga, jika ia baik niscaya kondisi rumah tangga akan menjadi baik, namun jika ia fasik maka akan terjadi ketimpangan agama dan akhlak pada keluarga tersebut, bisa jadi kesyirikan menjadi keyakinan dan maksiat menjadi kebiasaan. Untuk itu, tentunya wanita yang shalihah tidak layak mendapat pemimpin yang seperti ini. Allah Ta’ala dalam Al Quran telah memerintahkan kita untuk memilih pasangan hidup sesuai keadaan agama kita, baik itu pria maupun wanita, sebagaimana Firman-Nya, 

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُوْلَئِكَ مُبَرَّؤُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). [an-Nur : 26]

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga memerintahkan kepada mereka yang ingin mencari pasangan hidup hendaknya ia memilihnya karena Agama. Sebagaimana sabda beliau dalam sebuah hadits,

عن أبي هريرة ، رضي الله عنه ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك . رواه البخاري و مسلم

Dari Abu Hurairah –Semoga Allah meridhainya- dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda,“ Seorang wanita dinikahi karena empat perkara ; karena hartanya, kedudukannya, dan kecantikannya atau karena agamanya, maka pilihlah (nikahilah) wanita karena Agamanya, jika tidak engkau akan binasa. [Riwayat Bukhari, No.5090 dan Muslim, No.3708]

Demikian juga Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kepada wali perempuan untuk menikahkan putrinya kepada orang yang baik agamanya.

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

Jika datang kepada kalian seorang (pelamar) yang kalian ridhai agamanya serta akhlaknya maka nikahkanlah ia(dengan putri kalian) jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi Fitnah(cobaan) di muka bumi dan kerusakan yang luas. [Riwayat at-Tirmidzi, menurut Syekh al-Albani rahimahullah hadits ini hasan lighairihi ]

Namun bagaimana jika semua usaha telah dilakukan untuk mendapat pasangan hidup yang baik, akan tetapi ternyata sang suami berubah di kemudian hari, ia menjadi ahli maksiat – Naudzubillhi min dzalik- , karena tidak menutup kemungkinan hal yang demikian bisa terjadi, sebagaimana keyakinan ahli sunnah wal jamah bahwa iman seseorang akan naik dan turun sesuai amalannya. Atau bisa jadi dahulu kala ketika berjodoh keduanya sama sama dari kalangan pelaku maksiat, tetapi di tengah perjalanan, ternyata sang istri lebih dahulu mendapat hidayah ke jalan yang lurus.. bagaimana solusinya? Apa yang hendak dilakukan wanita tersebut agar sesuai dengan syariat Islam? Apakah minta cerai? Atau bagaimana? Mari kita simak ulasan berikut ini.

Jenis kemaksiatan yang dilakukan suami

Sebelum mengambil tindakan terhadap suami hendaknya kita tinjau dahulu jenis perbuatan dosa yang gemar dilakukan suami. Karena dosa ada beberapa jenis yaitu:
1. Dosa kecil: semua dosa yang belum sampai pada derajat dosa besar.
2. Dosa besar: Perbuatan dosa yang diancam pelakunya dalam Al Quran maupun hadits dengan api neraka, laknat , kemurkaan Allah atau siksa-Nya.
3. Dosa kesyirikan atau kekufuran: Dosa semacam ini pelakunya akan kekal di neraka jika belum taubat sebelum mati.

Sikap istri terhadap perbuatan suami

Jika suami melakukan dosa kecil atau malas dalam melakukan kebaikan maka hendaknya ia bersabar dengan menasihatinya sesuai kemampuan, dan selalu berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberinya hidayah. Dan tidak boleh baginya untuk mengadukan masalah ini kepada orang lain, karena ini merupakan rahasia yang suami.

Akan tetapi jika maksiat yang ia gemari adalah dosa besar maka hendaknya ia mengambil langkah-langkah berikut ini:
1. Menasihatinya dengan cara yang bijak. Sementara itu ia selalu berdoa agar suaminya dapat kembali ke jalan yang lurus. Dan cara ini hendaknya ditempuh dengan sabar(tidak terburu-buru), karena bagaimana pun rahasia keluarga hendaknya tidak bocor kepada pihak ketiga. Kecuali jika perbuatan dosa ini merupakan perbuatan fakhisyah (perbuatan keji yang menjijikkan). Seperti zina, mendatangi istri lewat duburnya, dan semacamnya. Maka ia mengambil langkah kedua.
2. Langkah kedua, Jika dengan cara pertama tidak mempan, atau bahkan terjadi keributan, atau perbuatan suami adalah dosa yang sangat keji, maka ia meminta bantuan pihak ketiga, yaitu orang tua suami atau saudaranya yang ia segani. Diharapkan dengan ini akan berubah dengan nasihat dari keluarga dan kerabat sendiri tanpa melibatkan orang jauh. Namun jika ia tidak mendapatkannya pada keluarga, maka si istri boleh melibatkan orang lain yang dihormati suami dalam urusan agama.
3. Apabila suami tetap tidak berubah maka jalan yang terakhir adalah meminta cerai (khulu’); yakni apabila dosa besar yang dilakukannya adalah dosa yang sangat berpengaruh pada agama istri. Namun jika dosa itu hanya kembali pengaruhnya kepada suami saja maka hendaknya istri bersabar dan terus berusaha semampunya untuk menasihati, walaupun boleh baginya meminta cerai. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
عَنْ ثَوْبَانَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ ».
Dari Tsauban semoga Allah meridhainya berkata, “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,’Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan syar’i maka haram baginya bau surga.’” [Riwayat Abu Dawud no. 2228, at-Tirmidzi No. 1187. Hadis ini dishahihkan oleh al-Albani dalam ta’liq-nya]
4. Apabila dosa tersebut merupakan perbuatan syirik akbar atau kekufuran dan suami tidak mau tobat dari perbuatan tersebut dan telah iqamatul hujah, maka wajib bagi istri bercerai dengan suami. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَاتُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [al-Mumtahanah: 10 ]

Kesimpulan yang dapat kita petik adalah:

1. Suami adalah pemimpin keluarga maka hendaknya ia mengemban amanah ini dengan baik, karena ia akan ditanya tentang kepemimpinannya di hari kiamat. Dalam sebuah hadis disebutkan sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Dari Ibnu Umar – semoga Allah meridhainya – berkata, “Aku mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ‘Setiap kalian pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang apa yang ia pimpin, dan imam (umaro’) adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang rakyatnya, dan seorang laki laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yang ia pimpin, dan seoarang perempuan di rumah suaminya adalah pemimpin dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yang ia pimpin…’” [Riwayat Bukhari No. 2751. Muslim No. 4828]

2. Istri yang shalihah adalah istri yang dapat menyimpan rahasia suaminya. Kecuali jika keadaan memaksanya untuk menceritakan kepada orang lain. Hal ini seperti yang dilakukan oleh shahabiyah Hindun yang mengadukan kebakhilan suaminya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

3. Seorang istri hendaknya banyak berintrospeksi diri tentang kondisi agamanya seta ketaatannya kepada suami, sehingga kenapa suami dapat berbuat demikian, karena bisa jadi kesalahan yang sama terjadi pada istri, maka akan sangat sulit perubahan dalam rumah tangga menuju ke arah positif.

4. Permintaan cerai adalah jalan terakhir yang ditempuh seorang istri dalam menghadapi suami yang tidak dapat dijadikan imam oleh sebab kedurhakaannya kepada Allah Ta’ala.
Semoga ulasan sederhana ini dapat menjadi pertimbangan dalam memecahkan masalah yang serupa di saat mengguncang keutuhan rumah tangga. Wallahu A’lam Bissawab. (***)

Penulis: Ust. Abu Riyadh Nurcholis, Lc

MUHASABAH

Ternyata Cm 1,5 jam saja umur kita hidup di dunia ini, simak saudara-saudari­ku!!...

Mari kita lihat berdasarkan Al Qur'an sebagai sumber kebenaran absolut.

1 hari akhirat = 1000 tahun.
24 jam akhirat = 1000 tahun.
3 jam akhirat = 125 tahun.
1,5 jam akhirat = 62,5 tahun.

Apabila umur manusia itu rata-rata 60-70 tahun, maka hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja. Pantaslah kita selalu diingatkan masalah waktu.

Ternyata hanya satu setengah jam saja yang akan menentukan kehidupan abadi kita kelak, hendak di Surga atau Neraka. (QS 35:15, 4:170).

Cuma satu setengah jam saja cobaan hidup, maka bersabarlah (QS 74:7,52:48,39:1­0).

Demikian juga hanya satu setengah jam saja kita harus menahan nafsu dan mengganti dgn sunnahNya (QS 12:53, 33:38).

"Satu Setengah Jam" sebuah perjuangan yg teramat singkat dan Allah akan mengganti dengan surga Ridha Allah (QS 9:72, 98:8, 4:114).

Maka berjuanglah untuk mencari bekal perjalanan panjang nanti (QS 59:18, 42:20, 3:148, 28:77).

Allah berfirman: " Kamu tidak tinggal ( dibumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui" (QS 23:114)

Semoga bermanfaat bagi kita semua untuk meniti perjalanan hidup kita ini......

TUJUH KHASIAT MANDI SAAT FAJAR

Foto: Percaya gk ...
Ternyata, mandi sebelum Shubuh itu banyak sekali manfaatnya ...
Selain badan menjadi segar dan lebih bersemangat, insya Allah syetan pun akan lari dari menggoda kita ...
Terkadang ada orang yang terlambat bangun Shubuh diantara sebabnya karena terlelap tidur dan "DIKENCINGI SYETAN" sehingga bangun kesiangan .. shalat Shubuh pun kelewatan ...

...Para Nabi dan Rasul adalah manusia mulia yang senantiasa menghidupkan waktu sepertiga malam sampai fajar. Untuk itu mereka adalah manusia yang paling sehat dibanding umatnya. Keteladanan ini diikuti para tabiin, tabiut tabiin dan salafush shalih. Mereka meraih kesehatan dengan banyak mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, dan Insya Allah termasuk kebiasaan mandi dikala fajar.

Dr. Abdul Hamid Dayyat dan Universitas Kairo, Mesir menjelaskan maanfat kesehatan yang diperoleh orang dengan bangun pagi banyak sekali. Diantaranya, gas O3 diudara sangat melimpah saat fajar, kemudian berkurang sedikit demi sedikit, hinnga habis ketika matahari terbenam. Gas O3 mempunyai pengaruh yang positif pada urat saraf, mengaktifkan kerja otak dan tulang. Ketika seseorang menghirup udara fajar yang dinamakan udara pagi, dia merasakan kenikmatan dan kesegaran tiada taranya diwaktu manapun, baik siang atau malam”.

Fajar adalah periode waktu yang mendahului matahari terbit. Indikasinya yaitu adanya cahaya matahari yang lemah sementara matahari sendiri masih berada di bawah horizon. Beberapa definisi teknis dari fajar antara lain:

“Fajar astronomi” adalah periode waktu di mana langit tidak gelap total, secara format didefinisikan sebagai waktu di mana matahari berada 18 derajat di bawah horizon di waktu pagi.

“Fajar nautikal” adalah waktu di mana terdapat cukup cahaya matahari untuk membedakan antara horizon dan objek-objek yang berada di horizon, secara formal didefinisikan sebagai waktu di mana matahari berada pada 12 derajat di bawah horizon di pagi hari.

“Fajar sipil” adalah waktu di mana terdapat cukup cahaya matahari untuk membedakan objek-objek dan cukup cahaya matahari agar manusia dapat melakukan aktivitas luar rumah, secara formal didefinisikan sebagai waktu di mana matahari berada pada 6 derajat di bawah horizon di pagi hari. Fajar berbeda dengan matahari terbit, yaitu waktu di mana sisi matahari mulai terlihat di atas horizon.

Sementara itu beberapa hasil penelitian, menyimpulkan sebaiknya seseorang membiasakan mandi pagi dengan air dingin. Sebab, sedikitnya ada 7 manfaat mandi pagi dengan air dingin:

1. Mandi pagi mampu melancarkan peredaran darah

Menurut hasil penelitian sebuah lembaga riset trombosit di Inggris, jika seseorang sering mandi pagi dengan air dingin, maka peredaran darahnya akan menjadi lebih lancar. Tubuh juga akan terasa lebih segar dan bugar. Hal ini tentu akan sangat berguna sebagai bekal kita untuk menjalani kegiatan sehari-hari.

2. Mandi dengan air dingin akan meningkatkan sel darah putih

Mandi dengan air dingin akan meningkatkan sel darah putih dalam tubuh. Bila sel darah putih dalam tubuh meningkat, maka daya tahan dan kemampuan tubuh dalam melawan virus pun akan semakin meningkat. Manfaat positifnya tubuh akan menjadi lebih prima dan tidak mudah sakit karena daya tahan tubuh selalu terjaga dengan baik.

3. Mandi dengan air dingin bisa menurunkan resiko darah tinggi

Mandi air dingin juga menurunkan resiko timbulnya darah tinggi, varises dan mengerasnya pembuluh darah. Hal ini disebabkan karena mandi air dingin akan melancarkan seluruh sirkulasi darah ke organ-organ tubuh.

4. Mandi dengan air dingin dapat meningkatkan kesuburan

Mandi pagi dengan air dingin memiliki efek positif bagi kesehatan reproduksi manusia. Manfaatnya yaitu untuk meningkatkan produksi hormon testosteron pada pria dan hormon estrogen pada wanita, yang berpengaruh pada meningkatnya kesuburan dan gairah seksual.

5. Mandi pagi memperbaiki kesehatan jaringan tubuh

Kebiasaan mandi pagi dengan air dingin setiap hari berdampak positif juga pada kesehatan jaringan tubuh manusia. Dengan kebiasaan ini, jaringan kulit akan semakin membaik, kulit tidak kering dan menjadi lebih kenyal. Mandi dengan air dingin juga mampu mengurangi noda dan lingkaran hitam pada bagian bawah mata. Sehingga, kesegaran wajah akan semakin terpancar. Sebaliknya bila mandi dengan air hangat, maka kulit lebih mudah keriput dan kurang kenyal. Selain itu, mandi dengan air dingin juga berdampak positif pada jaringan kuku. Kuku pun akan menjadi lebih sehat, kuat dan tidak mudah retak.

6. Mandi pagi dengan air dingin dapat membuat rambut lebih sehat

Apa sih yang terjadi pada rambut bila dibilas dengan air dingin? Ternyata air dingin bisa menutupi kutikula rambut, sehingga mampu mengurangi kerontokan. Rambut pun akan lebih terlindungi dari kotoran-kotoran yang biasanya menempel pada kulit kepala. Dengan demikian rambut akan menjadi lebih sehat dan kuat.

7. Mandi air dingin berkhasiat meredakan depresi

Mandi pagi dengan air dingin biasa juga berpengaruh pada jiwa, yaitu menjadikan jiwa dan pikiran lebih tenang dan memberikan semangat menjalani aktifitas sehari-hari.

http://tabloidbekam.wordpress.com/2010/12/02/7-khasiat-mandi-fajar/

PENYAKIT HATI dan JASMANI

Penyakit ada dua macam, yaitu PENYAKIT HATI dan PENYAKIT JASMANI.

Metodologi pengobatan Nabi terhadap penyakit ada tiga, yaitu:

1. Menggunakan obat alamiyah (makanan/minuman/terapi).
2. Menggunakan obat Ilahiyah (dengan ruqyah/do'a).
3. Kombinasi dari keduanya.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ماَ أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia turunkan pula obat untuk penyakit tersebut." (HR. Bukhari)

عَنْ جَابِرٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ أَنَّهُ قَالَ (لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَاأُصِيبَ دَوَاءُالدَّاءِ بَرَأَ بِإذْنِ اللَّهِ عَرَّ وَجَلَّ)

Dari Jabir radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: "SETIAP PENYAKIT ADA OBATNYA, dan bila telah ditemukan dengan TEPAT obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan IZIN Allah Azza wa Jalla." (HR. Muslim)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan:

"Pada hadits riwayat sahabat Jabir radhiyallahu anhu terdapat isyarat bahwa kesembuhan tergantung pada KETEPATAN (obat yang tepat, waktu pengobatan yang tepat dan dosis yang tepat) dan IZIN ALLAH." [Fathul Baari (10/135)]

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu mengabarkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَأَنْزَل لَهُ دَوَاءً، جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ وَعَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ

“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.” [HR. Ahmad (1/377, 413 dan 453), dishahihkan dalam Ash-Shahihah (no. 451)]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَاأَنْزَلَ اللَّه دَاءً إِِلاقَدْأَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan TELAH MENURUNKAN UNTUKNYA OBAT, hal itu DIKETAHUI OLEH ORANG YANG MENGETAHUINYA dan TIDAK DIKETAHUI OLEH ORANG YANG TIDAK MENGETAHUINYA." (Riwayat Ahmad, dinyatakan shahih oleh Al-Hakim)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan:

"Ungkapan SETIAP PENYAKIT ADA OBATNYA, maknanya bisa bersifat umum sehingga termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan, dan juga berbagai penyakit YANG TIDAK BISA DISEMBUHKAN OLEH PARA DOKTER karena belum ditemukan obatnya (oleh mereka). Padahal Allah TELAH MENURUNKAN OBAT untuk penyakit-penyakit tersebut." (Ath-Thibbun Nabawi, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah)

Di atas semua itu, yakinlah bahwa obat, dokter atau pun tabib, tidak dapat memberikan kesembuhan tanpa izin Allah. Sebagaimana perkataan Nabi Ibrahim 'alaihissalam:

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ

"Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku." (Asy-Syu’ara': 80)

Maka memohonlah dengan sunguh-sungguh kepada-Nya untuk kesembuhan sakitmu, dengan tetap berupaya menempuh jalan-jalan penyembuhan yang dibolehkan oleh syari'at. Allahu Ta'ala a'lam...

Uhibbukum fillah...

HUKUM MENYINGKAT SALAM

Terkadang assalamu’alaikum mereka singkat dg “ASS” & shalawat (shallallahu ‘alaihi wasallam) disingkat dg “SAW”. bgmn sebenarnya hukum dlm permasalahan ini? Marilah kita baca fatwa para ulama yg berkenaan dg penyingkatan ini:

1. Fatwa Syaikh Wasiyullah Abbas (Ulama Masjidil Haram, pengajar di Ummul Qura)

Soal:
Banyak org yg menulis salam dg menyingkatnya, seperti dlm Bahasa Arab mereka menyingkatnya dg س- ر-ب. dlm bahasa Inggris mereka menyingkatnya dg “ws wr wb” (& dlm bahasa Indonesia sering dg “ass wr wb” – pent). Apa hukum masalah ini?

Jawab:
Tidak boleh untuk menyingkat salam secara umum dlm tulisan, sebgmn tidak boleh pula menyingkat shalawat & salam atas Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh pula menyingkat yg selain ini dlm pembicaraan.

2. Fatwa Lajnah Ad-Daimah (Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)

Soal: Bolehkah menulis huruf ص yg maksudnya shalawat (ucapan shallallahu ‘alaihi wasallam). Dan apa alasannya?

Jawab:
yg disunnahkan adalah menulisnya secara lengkap –shallallahu ‘alaihi wasallam- karena ini merupakan doa. Doa adalah bentuk ibadah, begitu juga mengucapkan kalimat shalawat ini.

Penyingkatan terhadap shalawat dg menggunakan huruf – ص atau ص- ع – و (seperti SAW, penyingkatan dlm Bahasa Indonesia -pent) tidaklah termasuk doa & bukanlah ibadah, baik ini diucapkan maupun ditulis.

Dan juga karena penyingkatan yg demikian tidaklah pernah dilakukan oleh tiga generasi awal Islam yg keutamaannya dipersaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Wabillahit taufiq, & semoga shalawat & salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat beliau.

Dewan Tetap untuk Penelitian Islam & Fatwa

Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ibn Abdullaah Ibn Baaz;

Anggota:
- Syaikh ‘Abdur-Razzaaq ‘Afifi;
- Syaikh ‘Abdullaah Ibn Ghudayyaan;
- Syaikh ‘Abdullaah Ibn Qu’ood

(Fatawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-’Ilmiyyah wal-Iftaa., – Vol 12, Hal. 208, Pertanyaan ke-3 Fatwa No.5069)


BOLEHKAH MENYINGKAT SHALAWAT MENJADI SAW

Ibnu Shalah (wafat 743 H/1342 M)
Ibnu Shalah dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits yang lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah mengatakan, “(Seorang yang belajar hadits ataupun ahlul hadits) hendaknya memerhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika berulang menyebut Rasulullah.”

Ibnu Shalah juga berkata, “Hendaklah ia menjauhi dua kekurangan dalam penyebutan shalawat tersebut:

Pertama, ia menuliskan lafazh shalawat dengan kurang, hanya meringkasnya dalam dua huruf atau semisalnya.

Kedua, ia menuliskannya dengan makna yang kurang, misalnya ia tidak menuliskan wassalam.
------------------------
Al-‘Allamah As-Sakhawi (wafat 902 H/1497 M)
Al-‘Allamah As-Sakhawi dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyatil Hadits lil ‘Iraqi, menyatakan, “Jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan singkatan, dengan engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan semisalnya, sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang jahil dari kalangan ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang awam. Mereka singkat lafazh shalawat dengan صلعم atau [Dalam bahasa kita sering disingkat dengan SAW. (-pent.)] . Karena penulisannya kurang, berarti pahalanya pun kurang, berbeda dengan orang yang menuliskannya secara lengkap.
-------------------------
As-Suyuthi (wafat 911 H/1505 M)
As-Suyuthi berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, “Dibenci menyingkat tulisan shalawat di sini dan di setiap tempat yang syariatkan padanya shalawat, sebagaimana disebutkan dalam Syarah Muslim dan selainnya.

As-Suyuthi juga mengatakan, “Dibenci menyingkat shalawat dan salam dalam penulisan, baik dengan satu atau dua huruf seperti menulisnya dengan صلعم , bahkan semestinya ditulis secara lengkap صلى ا لله عليه وسلم.”

Inilah wasiat saya kepada setiap muslim dan pembaca juga penulis, agar mereka mencari yang utama/afdhal, mencari yang di dalamnya ada tambahan pahala dan ganjaran, serta menjauhi perkara yang dapat membatalkan atau menguranginya.”


 Syaikh Bakar Abu Zaid (wafat 2009 M)
Pada kitab Mu’ jam Al-Manaahii Al_lafzhiyyah, karya syaikh Bakar Abu Zaid Rahimahullah halaman 339 – 351 dikatakan “ (disebutkan) pada kitab At-Tadzkirah At-Timuuriyyah, tentang singkatan shad lam mim ( صلعم ) adalah tidak boleh. Bahkan yang wajib adalah bershalawat dan mengucapkan salam. (Dari kitab al- fataawaa al-haditisyyah, karya Ibnu Hajar Al-Haitami, jilid 1, hal.548 pada manuskrip. Dan hal. 168 pada cetakan).

“Ini menunjukkan bahwa singkatan atau susunan kata yang dimurkai ini sudah ada sejak zaman Ibnu Hajar (Al-haitami). Sedangkan Ibnu Hajar wafat pada tahun 974 hijriyah. Dan sebelumnya, Al-Fairuz Abadi telah mengisyaratkan tentang hal ini dalam kitabnya Ash-Shilaat Wa Al-Busyr, ia berkata “ Tidak boleh lafazh shalawat (kepada Nabi) disingkat seperti yang dilakukan oleh sebagian orang malas, bodoh dan penuntut ilmu yang masih awam. Mereka menulis shad lam mim ( صلعم ) sebagai ganti dari shallallahu ‘alaihi wasallam”.

Pada kitab yang sama halaman 188-189 disebutkan, “ nampaknya singkatan ini sudah ada sekitar tahun 900 Hijriyah. Telah diterangkan pada kitab syarh Alfiyyah Al-Iraqi Fi Musthalah Al-Hadits, yaitu pada ucapan An-Nazhim:

وَاجتـَنِبِ الرَمزَ لها وَالحَذ َ فا

“Dan jauhilah kode (singkatan) untuk (shalawat dan salam kepada Nabi Shallallahu ‘aklaihi wasallam) atau menghapusnya”.

Maksudnya, jauhilah singkatan shalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau menghapus salahsatu hurufnya. Akan tetapi tunaikanlah (shalawat) dengan ucapan dan tulisan. Kemudian pensyarah kitab tersebut, Syaikh Zakariya Al-Anshari menyebutkan, bahwasanya syaikh An-Nawawi telah menukil ijma’ dari para ulama akan sunnahnya bershalawat kepada nabi baik secara lisan maupun tulisan. Jadi bukan termasuk sunnah menyingkat lafazh shalawat dengan beberapa huruf tertentu”.

Syaikh Bakar melanjutkan, “ Kemudian syaikh Al-Anshari menyebutkan, bahwa orang yang pertamakali menyingkat shalawat dengan huruf shad lam mim ( صلعم ) dipotong tangannya, Wal ‘iyaazu billaah. Sementara itu syaikh Al-Anshari wafat pada abad ke-10 hijriyah (yakni tahun 926 Hijriyah).

Maka itu, jalan keselamatan dan kecintaan yang berpahala dalam menghormati dan memuliakan Nbai umat ini adalah dengan bershalawat dan mengucapkan salam ketika nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam disebut, sebagai bentuk pelaksanaan terhadap perintah Allah Subhaana Wa Ta’ala dan petunjuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, seluruh bentuk lafazh dank ode untuk menyingkat shalawat dan salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah terlarang.

Maka kesimpulannya , hendaklah kita menjauhkan dari penulisan singkatan-singkatan untuk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam apalagi untuk lafazh-lafazh yang dikhususkan untuk Allah Azza Wa Jalla. Karena menulis dan melafazhkan itu lebih baik bagi kita dan lebih utama. Dan janganlah kita bermalas-malasan untuk bershalawat dalam bentuk tulisan dan lisan agar tidak termasuk orang yang bakhil lagi kikir. Termasuk juga bermalas-malasan dalam menulis lafazh “assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” seperti yang sering kita lakukan selama ini. Karena penyingkatan lafazh salam menjadi “ass” artinya adalah pantat dalam bahasa inggris. Ini adalah sebuah penghinaan bagi kaum muslimin yang menerima singkatan ini.
Wallaahu a’lam…

[Majalah Asy Syari’ah, Vol. III/No. 36/1428 H/2007, Kategori Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, Hal. 89-91]

Intermezzo tentang Perkalian

Foto: #INTERMEZZO YG BERMANFAAT NDROO.....#

Rahasia Dibalik Perkalian
Mengapa plus dikali plus hasilnya plus & juga kalau minus dikali plus atau sebaliknya plus dikali minus hasilnya minus? 
Anehnya pula, kenapa minus dikali minus hasilnya plus ?

HIKMAHNYA  :
Mengatakan/menyatakan "Benar" terhadap hal2 yang "Benar" adalah suatu tindakan yang "Benar" atau bahasa matematikanya seperti ini "+ x + = +"

Mengatakan/menyatakan "Benar" terhadap sesuatu yang "Salah" adalah suatu tindakan yang "Salah" atau dgn kata lain "+ x - = - "

Mengatakan/menyatakan "Salah" terhadap sesuatu yang "Benar" adalah suatu tindakan yang "Salah" atau penulisan logika matematikanya seperti ini "- x + = - "

Terakhir, mengatakan/menyatakan "Salah" terhadap sesuatu yang "Salah" adalah suatu tindakan yang "Benar" 
atau "- x - = + "

So..., do we realize why such math rules apply to our true live philosophy?

Jawabannya...:

"Qullil haqqo wa lau kaana murron" 

"Katakan sebuah kebenaran walau itu pahit rasanya" 

Semoga bermanfaat. 
Rahasia Dibalik Perkalian

Mengapa plus dikali plus hasilnya plus & juga kalau minus dikali plus atau sebaliknya plus dikali minus hasilnya minus?
Anehnya pula, kenapa minus dikali minus hasilnya plus ?

HIKMAHNYA :
Mengatakan/menyatakan "Benar" terhadap hal2 yang "Benar" adalah suatu tindakan yang "Benar" atau bahasa matematikanya seperti ini "+ x + = +"

Mengatakan/menyatakan "Benar" terhadap sesuatu yang "Salah" adalah suatu tindakan yang "Salah" atau dgn kata lain "+ x - = - "

Mengatakan/menyatakan "Salah" terhadap sesuatu yang "Benar" adalah suatu tindakan yang "Salah" atau penulisan logika matematikanya seperti ini "- x + = - "

Terakhir, mengatakan/menyatakan "Salah" terhadap sesuatu yang "Salah" adalah suatu tindakan yang "Benar"
atau "- x - = + "

So..., do we realize why such math rules apply to our true live philosophy?

Jawabannya...:

"Qullil haqqo wa lau kaana murron"

"Katakan sebuah kebenaran walau itu pahit rasanya"

Minggu, 09 Desember 2012

* Doa Memohon Segala Kemudahan dari Alloh#

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pada kesempatan pagi penuh barokah ini, kami ingin berbagi dengan pembaca sekalian sebuah do’a yang bermanfaat. Do’a ini adalah do’a yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisi permohonan berbagai kemudahan dalam segala urusan. Semoga bermanfaat.
Dari Anas bin Malik, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa” [artinya: Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah].
Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (3/255). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah. (Lihat Jaami’ul Ahadits, 6/257, Asy Syamilah)
Sanad hadits ini shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap Shahih Ibnu Hibban.
Faedah singkat dari do’a di atas:
  1. Yang namanya kemudahan hanya datang dari Allah. Sesuatu yang sulit sekalipun bisa menjadi mudah jika Allah kehendaki.
  2. Hendaklah hati selalu bergantung pada Allah, bukan bergantung pada diri sendiri yang lemah. Jika hati terlalu yakin atau terlalu PD (percaya diri) sehingga melupakan Rabb di atas sana, maka sungguh urusan tersebut akan semakin sulit. Ingatlah bahwa barangsiapa yang senantiasa bertawakkal pada Allah, maka Allah akan mempermudah urusannya.
  3. Manusia punya kehendak. Namun kehendak tersebut bisa terealisasi dengan baik dan sempurna, jika Allah menghendakinya. Oleh karena itu, hati seharusnya bersandar pada Sang Kholiq, Allah Ta’ala.
  4. Perlunya beriman kepada takdir ilahi dengan baik sehingga tidak membuat seseorang semakin sedih atas musibah atau kesulitan yang menimpanya.
  5. Takdir di satu sisi terasa menyakitkan. Namun jika kita memandang dari sisi lain, pasti ada yang terbaik dan hikmah yang besar di balik itu semua. Yakinlah!
Semoga kita bisa mengamalkan do’a ini di kala kita sulit dan di saat mengharap kemudahan dari Allah. Semoga sajian singkat ini bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

* Menerjang yang Haram Saat Darurat #

Kaedah Fikih: Menerjang yang Haram Saat Darurat

الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات

“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”

Sebagian orang mencari keringanan dalam hukum syar’i dengan mengakal-akali kaedah ini. Padahal ada syarat-syarat yang mesti diperhatikan. Syarat-syarat tersebut adalah:

1- Dipastikan bahwa dengan melakukan yang haram dapat menghilangkan dhoror (bahaya). Jika tidak bisa dipastikan demikian, maka tidak boleh seenaknya menerjang yang haram. Contoh: Ada yang haus dan ingin minum khomr. Perlu diketahui bahwa khomr itu tidak bisa menghilangkan rasa haus. Sehingga meminum khomr tidak bisa dijadikan alasan untuk menghilangkan dhoror (bahaya).

2- Tidak ada jalan lain kecuali dengan menerjang larangan demi hilangnya dhoror. Contoh: Ada wanita yang sakit, ada dokter perempuan dan dokter laki-laki. Selama ada dokter wanita, maka tidak bisa beralih pada dokter laki-laki. Karena saat itu bukan darurat.

3- Haram yang diterjang lebih ringan dari bahaya yang akan menimpa.

4- Yakin akan memperoleh dhoror (bahaya), bukan hanya sekedar sangkaan atau yang nantinya terjadi.

Bedakan Darurat dan Hajat

Al muharram yang disebutkan dalam kaedah di atas adalah suatu yang dilarang oleh syari’at. Sedangkan yang dimaksud dengan “dhoruroh” atau darurat adalah suatu perkara yang jika seseorang meninggalkannya, maka ia akan tertimpa bahaya dan tidak ada yang bisa menggantikannya. Inilah yang dimaksud dengan darurat menurut pendapat yang tepat. Sedangkan ada pula istilah “hajat”, yang dimaksud adalah sesuatu yang bila ditinggalkan, maka bisa mendatangkan bahaya, akan tetapi masih bisa diganti dengan yang lain.

Contoh dhoruroh: Jika seseorang terpaksa harus makan dan tidak ada makanan selain bangkai. Seandainya ia tidak makan bangkai, ia bisa terkena bahaya dan tidak ada pengganti kala itu.

Contoh hajat: Diterangkan dalam suatu riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menambah bejana (wadah) dengan perak. Padahal bisa saja wadah tersebut ditambal dengan besi atau kuningan dan lainnya. Beliau melakukan seperti itu karena adanya hajat.

Jadi, kaedah yang berlaku adalah “keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang”, sedangkan keadaan hajat tidak demikian kecuali jika ada dalil.

Bahasan ini tercantum secara lengkap di Rumaysho.com:
http://rumaysho.com/faedah-ilmu/15-faedah-ilmu/4170--kaedah-fikih-7-menerjang-yang-haram-di-saat-darurat-.html

Senin, 24 September 2012

DOA IBU SAAT MARAH

Seorang bocah mungil sedang asyik bermain-main tanah. Sementara sang ibu sedang menyiapkan jamuan makan yang diadakan sang ayah. Belum lagi datang para tamu menyantap makanan, tiba-tiba kedua tangan bocah yang mungil itu menggenggam debu. Ia masuk ke dalam rumah dan menaburkan debu itu diatas makanan yang tersaji.Tatkala sang ibu masuk dan melihatnya, sontak beliau marah dan be

...rkata, "idzhab ja'alakallahu imaaman lilharamain," Pergi kamu...! Biar kamu jadi imam di Haramain...!"

Dan SubhanAllah, kini anak itu telah dewasa dan telah menjadi imam di masjidil Haram...!!Tahukah kalian, siapa anak kecil yang di doakan ibunya saat marah itu...??
Beliau adalah Syeikh Abdurrahman as-Sudais, Imam Masjidil Haram yang nada tartilnya menjadi favorit kebanyakan kaum muslimin di seluruh dunia.

Ini adalah teladan bagi para ibu , calon ibu, ataupun orang tua... hendaklah selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya. Bahkan meskipun ia dalam kondisi yang marah. Karena salah satu doa yang tak terhalang adalah doa orang tua untuk anak-anaknya. Sekaligus menjadi peringatan bagi kita agar menjaga lisan dan tidak mendoakan keburukan bagi anak-anaknya. Meski dalam kondisi marah sekalipun.

"Janganlah kalian mendoakan (keburukan) untuk dirimu sendiri, begitupun untuk anak-anakmu, pembantumu, juga hartamu.
Jangan pula mendoakan keburukan yang bisa jadi bertepatan dengan saat dimana Allah mengabulkan doa kalian..."

Semoga Bermanfaat..........

~~ TANDA-TANDA KEMATIAN ~~

Allah telah memberi tanda kematian seorang muslim sejak 100 hari, 40 hari, 7 hari, 3 hari dan 1 hari menjelang kematian.

Tanda 100 hari menjelang ajal :
Selepas waktu Ashar (Di waktu Ashar karena pergantian dari teran
g ke gelap), kita merasa dari ujung rambut sampai kaki menggigil, getaran yang sangat kuat, lain dari biasanya, Bagi yang menyadarinya akan terasa indah

di hati, namun yang tidak menyadari, tidak ada pengaruh apa-apa.

Tanda 40 hari menjelang kematian :
Selepas Ashar, jantung berdenyut-denyut. Daun yang bertuliskan nama kita di lauh mahfudz akan gugur. Malaikat maut akan mengambil daun kita dan mulai mengikuti perjalanan kita sepanjang hari.

Tanda 7 hari menjlang ajal :
Akan diuji dengan sakit, Orang sakit biasanya tidak selera makan. Tapi dengan sakit ini tiba-tiba menjadi berselera meminta makanan ini dan itu.

Tanda 3 hari menjelang ajal :
Terasa denyutan ditengah dahi. Jika tanda ini dirasa, maka berpuasalah kita, agar perut kita tidak banyak najis dan memudahkan urusan orang yang memandikan kita nanti.

Tanda 1 hari sebelum kematian :
Di waktu Ashar, kita merasa 1 denyutan di ubun-ubun, menandakan kita tidak sempet menemui Ashar besok harinya.
Bagi yang khusnul khotimah akan merasa sejuk di bagian pusar, kemudian ke pinggang lalu ketenggorokan, maka dalam kondisi ini hendaklah kita mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Sahabatku yang budiman, subhanAllah, Imam Al-Ghazali, mengetahui kematiannya. Beliau menyiapkan sendiri keperluannya, beliau sudah mandi dan wudhu, meng-kafani dirinya, kecuali bagian wajah yang belum ditutup. Beliau memanggil saudaranya Imam Ahmad untuk menutup wajahnya. SubhanAllah. Malaikat maut akan menampakkan diri pada orang-orang yang terpilih. Dan semoga kita menjadi hamba yang terpilih dan siap menerima kematian kapanpun dan di manapun kita berada. Aamiin.

 ~~ Proses Kematian secara Medis ~~

Ssaat sblm mati, jantung akan bhenti bdetak, nafas ttahan & badan bgetar.

Akan mulai terasa dingin ditelinga. Darah berubah mjadi asam & tenggorokan berkontraksi.

0 Menit, Kematian secara medis terjadi ketika otak kehabisan supply oxygen..

Pada 1 Menit, Darah berubah warna & otot kehilangan kontraksi, isi kantung kemih keluar tanpa izin.

3 Menit, Sel2 otak tewas secara masal, otak berhenti berpikir.

4-5 Menit, Pupil mata membesar & berselaput. Bola mata mengkerut kehilangan tekanan darah.

7-9 Menit, Penghubung ke otak mulai mati.

1 s/d 4 Jam, Rigor Mortis (fase seluruh otot tubuh kaku)
& rambut berdiri, kesannya rambut tetap tumbuh setelah mati.

4 s/d 6 Jam, Rigor Mortis terus beraksi. Darah yg berkumpul lalu mati & warna kulit menghitam.

6 Jam, Otot msh berkontraksi. Proses penghancuran efek
alkohol msh berjalan.

8 Jam, Suhu tubuh langsung menurun drastis.

24-72 Jam, Isi perut membusuk oleh mikroba dan pankreas mulai mencerna dirinya sendiri.

36-48 Jam, Rigor Mortis berhenti, tubuh selentur penari balerina.

3-5 Hari, Pembusukan mengakibatkan luka skala besar, darah menetes keluar dari mulut dan hidung.

8-10 Hari, Warna tubuh berubah dari hitam ke merah sejalan dgn membusuknya darah.

Beberapa Minggu, Rambut, kuku & gigi dgn mudahnya terlepas.
1 Bulan, Kulit mulai mencair.

1 Tahun, Tidak ada lagi yg tersisa dari tubuh selain tulang belulang.

"Kullu nafsin za'iqatul mauti, artinya: Setiap yg bernyawa akan merasakan mati" QS. Ali Imraan (3): 185

AllahSWT tdk akan mnunda (kmatian) ssorg abila wkt kematiannya tlh dtg, & Allah Maha Teliti thdp apa yg kita kerjakan.

Maka ingatlah kpd-Ku, Aku pun akan ingat kpd-mu. Bsyukurlah kpd-Ku & jgnlah kamu ingkar kpd-Ku. QS. Al Baqarah (2): 152

Rabu, 06 Juni 2012

JURUS PERTAMA: MENDIDIK ANAK PERLU ILMU



Ilmu merupakan kebutuhan primer setiap insan dalam setiap lini kehidupannya, termasuk dalam mendidik anak. Bahkan kebutuhan dia terhadap ilmu dalam mendidik anak, melebihi kebutuhannya terhadap ilmu dalam menjalankan pekerjaannya.
Namun, realita berkata lain. Rupanya tidak sedikit di antara kita mempersiapkan ilmu untuk kerja lebih banyak daripada ilmu untuk menjadi orangtua. Padahal tugas kita menjadi orangtua dua puluh empat jam sehari semalam, termasuk saat tidur, terjaga serta antara sadar dan tidak. Sementara tugas kita dalam pekerjaan, hanya sebatas jam kerja.
Betapa banyak suami yang menyandang gelar bapak hanya karena istrinya melahirkan. Sebagaimana banyak wanita disebut ibu semata-mata karena dialah yang melahirkan. Bukan karena mereka menyiapkan diri menjadi orangtua. Bukan pula karena mereka memiliki kepatutan sebagai orangtua.
Padahal, menjadi orangtua harus berbekal ilmu yang memadai. Sekadar memberi mereka uang dan memasukkan di sekolah unggulan, tak cukup untuk membuat anak kita menjadi manusia unggul. Sebab, sangat banyak hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Uang memang bisa membeli tempat tidur yang mewah, tetapi bukan tidur yang lelap.
Uang bisa membeli rumah yang lapang, tetapi bukan kelapangan hati untuk tinggal di dalamnya.
Uang juga bisa membeli pesawat televisi yang sangat besar untuk menghibur anak, tetapi bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terempas.
Betapa banyak anak-anak yang rapuh jiwanya, padahal mereka tinggal di rumah-rumah yang kokoh bangunannya. Mereka mendapatkan apa saja dari orangtuanya, kecuali perhatian, ketulusan dan kasih sayang!
Ilmu apa saja yang dibutuhkan?
Banyak jenis ilmu yang dibutuhkan orangtua dalam mendidik anaknya. Mulai dari ilmu agama dengan berbagai varianya, hingga ilmu cara berkomunikasi dengan anak.
Jenis ilmu agama pertama dan utama yang harus dipelajari orangtua adalah akidah. Sehingga ia bisa menanamkan akidah yang lurus dan keimanan yang kuat dalam jiwa anaknya. Nabi shallallahu’alaihiwasallam mencontohkan bagaimana membangun pondasi tersebut dalam jiwa anak, dalam salah satu sabdanya untuk Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّه
“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah”. HR. Tirmidzi dan beliau berkomentar, “Hasan sahih”.
Selanjutnya ilmu tentang cara ibadah, terutama shalat dan cara bersuci. Demi merealisasikan wasiat Nabi shallallahu’alaihiwasallam untuk para orangtua,
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْر
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun, dan pukullah jika enggan saat mereka berumur sepuluh tahun”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albany.
Bagaimana mungkin orangtua akan memerintahkan shalat pada anaknya, jikalau ia tidak mengerti tatacara shalat yang benar. Mampukah orang yang tidak mempunyai sesuatu, untuk memberikan sesuatu kepada orang lain?
Berikutnya ilmu tentang akhlak, mulai adab terhadap orangtua, tetangga, teman, tidak lupa adab keseharian si anak. Bagaimana cara makan, minum, tidur, masuk rumah, kamar mandi, bertamu dan lain-lain.
Dalam hal ini Nabi shallallahu’alaihiwasallam mempraktekkannya sendiri, antara lain ketika beliau bersabda menasehati seorang anak kecil,
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ”.
“Nak, ucapkanlah bismillah (sebelum engkau makan) dan gunakanlah tangan kananmu”. HR. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abi Salamah.
Yang tidak kalah pentingnya adalah: ilmu seni berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak. Bagaimana kita menghadapi anak yang hiperaktif atau sebaliknya pendiam. Bagaimana membangun rasa percaya diri dalam diri anak. Bagaimana memotivasi mereka untuk gemar belajar. Bagaimana menumbuhkan bakat yang ada dalam diri anak kita. Dan berbagai konsep-konsep dasar pendidikan anak lainnya.
Ayo belajar!
Semoga pemaparan singkat di atas bisa menggambarkan pada kita urgensi ilmu dalam mendidik anak. Sehingga diharapkan bisa mendorong kita untuk terus mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan kita, menghadiri majlis taklim, membaca buku-buku panduan pendidikan. Agar kita betul-betul menjadi orangtua yang sebenarnya, bukan sekedar orang yang lebih tua dari anaknya!
JURUS KEDUA: MENDIDIK ANAK PERLU KESALIHAN ORANGTUA
Tentu Anda masih ingat kisah ‘petualangan’ Nabi Khidir dengan Nabi Musa ‘alaihimassalam. Ya, di antara penggalan kisahnya adalah apa yang Allah sebutkan dalam surat al-Kahfi. Manakala mereka berdua memasuki suatu kampung dan penduduknya enggan untuk sekedar menjamu mereka berdua. Sebelum meninggalkan kampung tersebut, mereka menemukan rumah yang hampir ambruk. Dengan ringan tangan Nabi Khidir memperbaiki tembok rumah tersebut, tanpa meminta upah dari penduduk kampung. Nabi Musa terheran-heran melihat tindakannya. Nabi Khidir pun beralasan, bahwa rumah tersebut milik dua anak yatim dan di bawahnya terpendam harta peninggalan orangtua mereka yang salih. Allah berkehendak menjaga harta tersebut hingga kedua anak tersebut dewasa dan mengambil manfaat dari harta itu.
Para ahli tafsir menyebutkan, bahwa di antara pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah: Allah akan menjaga keturunan seseorang manakala ia salih, walaupun ia telah meninggal dunia sekalipun.
Subhânallâh, begitulah dampak positif kesalihan orang tua! Sekalipun telah meninggal dunia masih tetap dirasakan oleh keturunannya. Bagaimana halnya ketika ia masih hidup?? Tentu lebih besar dan lebih besar lagi dampak positifnya.
Urgensi kesalihan orangtua dalam mendidik anak
Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah. Namun, terkadang kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orangtua. Alangkah lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa, sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!
Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka matanya di muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan bundanya. Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta tekun beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di benaknya. Dan insyaAllah itupun juga yang akan ia praktekkan dalam kesehariannya. Pepatah mengatakan: “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Betapa banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia mengikuti ketakwaan kedua orangtuanya atau salah seorang dari mereka. Ingat karakter dasar manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!
Beberapa contoh aplikasi nyatanya
Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat lima waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan Anda asyik menonton televisi.
Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Qur’an, ramaikanlah rumah dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an yang keluar dari lisan ayah, ibu ataupun kaset dan radio. Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendingan atau suara biduanita yang mendayu-dayu!
Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.
Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang, bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke kebun binatang, insyaAllah kamu bisa ikut”.
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa orangtuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Sebuah renungan penutup
Tidak ada salahnya kita putar ingatan kepada beberapa puluh tahun ke belakang, saat sarana informasi dan telekomunikasi masih amat terbatas, lalu kita bandingkan dengan zaman ini dan dampaknya yang luar biasa untuk para orangtua dan anak.
Dulu, masih banyak ibu-ibu yang rajin mengajari anaknya mengaji, namun sekarang mereka telah sibuk dengan acara televisi. Dahulu ibu-ibu dengan sabar bercerita tentang kisah para nabi, para sahabat hingga teladan dari para ulama, sekarang mereka lebih nyaman untuk menghabiskan waktu berfacebookan dan akrab dengan artis di televisi. Dulu bapak-bapak mengajari anaknya sejak dini tatacara wudhu, shalat dan ibadah primer lainnya, sekarang mereka sibuk mengikuti berita transfer pemain bola!
Bagaimana kondisi anak-anak saat ini, dan apa yang akan terjadi di negeri kita lima puluh tahun ke depan, jika kondisi kita terus seperti ini??
Jika kita tidak ingin menjumpai mimpi buruk kehancuran negeri ini, persiapkan generasi muda sejak sekarang. Dan untuk merealisasikan itu, mulailah dengan memperbaiki diri kita sendiri selaku orangtua! Sebab mendidik anak memerlukan kesalihan orangtua.
Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah baik kita, amien…
JURUS KETIGA: MENDIDIK ANAK PERLU KEIKHLASAN
Ikhlas merupakan ruh bagi setiap amalan. Amalan tanpa disuntik keikhlasan bagaikan jasad yang tak bernyawa.
Termasuk jenis amalan yang harus dilandasi keikhlasan adalah mendidik anak. Apa maksudnya?
Maksudnya adalah: Rawat dan didik anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas semata-mata mengharapkan keridhaan Allah ta’ala.
Canangkan niat semata-mata untuk Allah dalam seluruh aktivitas edukatif, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan maupun hukuman. Iringilah setiap kata yang kita ucapkan dengan keikhlasan..
Bahkan dalam setiap perbuatan yang kita lakukan untuk merawat anak, entah itu bekerja membanting tulang guna mencari nafkah untuknya, menyuapinya, memandikannya hingga mengganti popoknya, niatkanlah semata karena mengharap ridha Allah.
Apa sih kekuatan keikhlasan?
Ikhlas memiliki dampak kekuatan yang begitu dahsyat. Di antaranya:
1. Dengan ketulusan, suatu aktivitas akan terasa ringan. Proses membuat dan mendidik anak, mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, membimbing hingga mendidik, jelas membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Puluhan tahun! Tentu di rentang waktu yang cukup panjang tersebut, terkadang muncul dalam hati rasa jenuh dan kesal karena ulah anak yang kerap menjengkelkan. Seringkali tubuh terasa super capek karena banyaknya pekerjaan; cucian yang menumpuk, berbagai sudut rumah yang sebentar-sebentar perlu dipel karena anak ngompol di sana sini dan tidak ketinggalan mainan yang selalu berserakan dan berantakan di mana-mana.Anda ingin seabreg pekerjaan itu terasa ringan? Jalanilah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan! Sebab seberat apapun pekerjaan, jika dilakukan dengan ikhlas insyaAllah akan terasa ringan, bahkan menyenangkan. Sebaliknya, seringan apapun pekerjaan, kalau dilakukan dengan keluh kesah pasti akan terasa seberat gunung dan menyebalkan.
2. Dengan keikhlasan, ucapan kita akan berbobot. Sering kita mencermati dan merasakan bahwa di antara kata-kata kita, ada yang sangat membekas di dada anak-anak yang masih belia hingga mereka dewasa kelak. Sebaliknya, tak sedikit ucapan yang bahkan kita teriakkan keras-keras di telinganya, ternyata berlalu begitu saja bagai angin malam yang segera hilang kesejukannya begitu mentari pagi bersinar.Apa yang membedakan? Salah satunya adalah kekuatan yang menggerakkan kata-kata kita. Jika Engkau ucapkan kata-kata itu untuk sekedar meluapkan amarah, maka anak-anak itu akan mendengarnya sesaat dan sesudah itu hilang tanpa bekas. Namun jika Engkau ucapkan dengan sepenuh hati sambil mengharapkan turunnya hidayah untuk anak-anak yang Engkau lahirkan dengan susah payah itu, insya Allah akan menjadi perkataan yang berbobot.Sebab bobot kata-kata kita kerap bersumber bukan dari manisnya tutur kata, melainkan karena kuatnya penggerak dari dalam dada; iman kita dan keikhlasan kita…
3. Dengan keikhlasan anak kita akan mudah diatur. Jangan pernah meremehkan perhatian dan pengamatan anak kita. Anak yang masih putih dan bersih dari noda dosa akan begitu mudah merasakan suasana hati kita.Dia bisa membedakan antara tatapan kasih sayang dengan tatapan kemarahan, antara dekapan ketulusan dengan pelukan kejengkelan, antara belaian cinta dengan cubitan kesal. Bahkan ia pun bisa menangkap suasana hati orangtuanya, sedang tenang dan damaikah, atau sedang gundah gulana?Manakala si anak merasakan ketulusan hati orangtuanya dalam setiap yang dikerjakan, ia akan menerima arahan dan nasehat yang disampaikan ayah dan bundanya, karena ia menangkap bahwa segala yang disampaikan padanya adalah semata demi kebaikan dirinya.
4. Dengan keikhlasan kita akan memetik buah manis pahala. Keikhlasan bukan hanya memberikan dampak positif di dunia, namun juga akan membuahkan pahala yang amat manis di alam sana. Yang itu berujung kepada berkumpulnya orangtua dengan anak-anaknya di negeri keabadian; surga Allah yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan.
وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
Artinya: “Orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan pertemukan mereka dengan anak cucu mereka”. QS. Ath-Thur: 21.
Dipertemukan di mana? Di surga Allah jalla wa ‘ala
Mulailah dari sekarang!
Latih dan biasakan diri untuk ikhlas dari sekarang, sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan.
Kalau Engkau bangun di tengah malam untuk membuatkan susu buat anakmu, aduklah ia dengan penuh keikhlasan sambil mengharap agar setiap tetes yang masuk kerongkongannya akan menyuburkan setiap benih kebaikan dan menyingkirkan setiap bisikan yang buruk.
Kalau Engkau menyuapkan makanan untuknya, suapkanlah dengan penuh keikhlasan sembari memohon kepada Allah agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka akan mengokohkan tulang-tulang mereka, membentuk daging mereka dan membangkitkan jiwa mereka sebagai penolong-penolong agama Allah.
Sehingga dengan itu, semoga setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat. Mereka akan bersemangat untuk senantiasa menuntut ilmu, beribadah dengan tekun kepada Allah dan meninggikan agama-Nya. Amîn yâ mujîbas sâ’ilîn…
JURUS KEEMPAT: MENDIDIK ANAK PERLU KESABARAN
Sabar merupakan salah satu syarat mutlak bagi mereka yang ingin berhasil mengarungi kehidupan di dunia. Kehidupan yang tidak lepas dari susah dan senang, sedih dan bahagia, musibah dan nikmat, menangis dan tertawa, sakit dan sehat, lapar dan kenyang, rugi dan untung, miskin dan kaya, serta mati dan hidup.
Di antara episode perjalanan hidup yang membutuhkan kesabaran ekstra adalah masa-masa mendidik anak. Sebab rentang waktunya tidak sebentar dan seringkali anak berperilaku yang tidak sesuai dengan harapan kita.
Contoh aplikasi kesabaran
Sabar dalam membiasakan perilaku baik terhadap anak. Anak bagaikan kertas yang masih putih, tergantung siapa yang menggoreskan lukisan di atasnya. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menggambarkan hal itu dalam sabdanya,
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه
“Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Andaikan sejak kecil anak dibiasakan berperilaku baik, mulai dari taat beribadah hingga adab mulia dalam keseharian, insyaAllah hal itu akan sangat membekas dalam dirinya. Sebab mendidik di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu.
Mengukir di atas batu membutuhkan kesabaran dan keuletan, namun jika ukiran tersebut telah jadi niscaya ia akan awet dan tahan lama.
Sabar dalam menghadapi pertanyaan anak. Menghadapi pertanyaan anak, apalagi yang baru saja mulai tumbuh dan menginginkan untuk mengetahui segala sesuatu yang ia lihat, memerlukan kesabaran yang tidak sedikit. Terkadang timbul rasa jengkel dengan pertanyaan anak yang tidak ada habis-habisnya, hingga kerap kita kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaannya.Sesungguhnya kesediaan anak untuk bertanya kepada kita, ‘seburuk’ apa pun pertanyaan yang ia lontarkan, merupakan pertanda bahwa mereka memberikan kepercayaannya kepada kita untuk menjawab. Maka jalan terbaik adalah menghargai kepercayaannya dengan tidak mematikan kesediaannya untuk bertanya, serta memberikan jawaban yang mengena dan menghidupkan jiwa.Jika kita ogah-ogahan untuk menjawab pertanyaan anak atau menjawab sekenanya atau bahkan justru menghardiknya, hal itu bisa berakibat fatal. Anak tidak lagi percaya dengan kita, sehingga ia akan mencari orang di luar rumah yang dianggapnya bisa memuaskan pertanyaan-pertanyaan dia. Dan tidak ada yang bisa menjamin bahwa orang yang ditemuinya di luar adalah orang baik-baik! Ingat betapa rusaknya pergaulan di luar saat ini!
Sabar menjadi pendengar yang baik. Banyak orang tua adalah pendengar yang buruk bagi anak-anaknya. Bila ada suatu masalah yang terjadi pada anak, orangtua lebih suka menyela, langsung menasihati tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal-usul kejadiannya.Salah satu contoh, anak kita baru saja pulang sekolah yang mestinya siang ternyata baru pulang sore hari. Kita tidak mendapat pemberitahuan apa pun darinya atas keterlambatan tersebut. Tentu saja kita merasa kesal menunggu, sekaligus juga khawatir. Lalu pada saat anak kita sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya dengan serentetan pertanyaan dan omelan. Bahkan setiap kali anak hendak berbicara, kita selalu memotongnya, dengan ungkapan, “Sudah-sudah tidak perlu banyak alasan”, atau “Ah, papa/mama tahu kamu pasti main ke tempat itu lagi kan?!”. Akibatnya, ia malah tidak mau bicara dan marah pada kita.Pada saat seperti itu, yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak adalah ingin didengarkan terlebih dahulu dan ingin diperhatikan. Mungkin keterlambatannya ternyata disebabkan adanya tugas mendadak dari sekolah. Ketika anak tidak diberi kesempatan untuk berbicara, ia merasa tidak dihargai dan akhirnya dia juga berbalik untuk tidak mau mendengarkan kata-kata kita.Yang sebaiknya dilakukan adalah, kita memulai untuk menjadi pendengar yang baik.  Berikan kepada anak waktu yang seluas-luasnya untuk mengungkapkan segalanya. Bersabarlah untuk tidak berkomentar sampai saatnya tiba. Ketika anak sudah selesai menjelaskan duduk permasalahan, barulah Anda berbicara dan menyampaikan apa yang ingin Anda sampaikan.
Sabar manakala emosi memuncak. Hendaknya kita tidak memberikan sanksi atau hukuman pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, cenderung untuk menyakiti dan menghakimi, tidak untuk menjadikan anak lebih baik.Yang seyogyanya dilakukan adalah: bila kita dalam keadaan sangat marah, segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk menurunkan amarah kita dengan segera. Bisa dengan mengamalkan tuntunan Nabi shallallahu’alaihiwasallam; yakni berwudhu.Jika kita bertekad untuk tetap memberikan sanksi, tundalah sampai emosi kita mereda. Setelah itu pilih dan susunlah bentuk hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuatnya. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan untuk menyakiti.
Berakit-rakit ke hulu
Pepatah Arab mengatakan, “Sabar bagaikan buah brotowali, pahit rasanya, namun kesudahannya lebih manis daripada madu”.Sabar dalam mendidik anak memang terasa berat, namun tunggulah buah manisnya kelak di dunia maupun akhirat. Di dunia mereka akan menjadi anak-anak yang menurut kepada orangtuanya insyaAllah. Dan manakala kita telah masuk di alam akhirat mereka akan terus mendoakan kita, sehingga curahan pahala terus mengalir deras. Semoga…
JURUS KELIMA: MENDIDIK ANAK PERLU IRINGAN DOA
Beberapa saat lalu saya mampir shalat Jum’at di masjid salah satu perumahan di bilangan Sokaraja Banyumas. Di sela-sela khutbahnya, khatib bercerita tentang kejadian yang menimpa sepasang suami istri. Keduanya terkena stroke, namun sudah sekian bulan tidak ada satupun di antara anaknya yang datang menjenguk. Manakala dibesuk oleh si khatib, sang bapak bercerita sambil menangis terisak, “Mungkin Allah telah mengabulkan doa saya. Sekarang inilah saya merasakan akibat dari doa saya! Dahulu saya selalu berdoa agar anak-anak saya jadi ‘orang’. Berhasil, kaya, sukses dst. Benar, ternyata Allah mengabulkan seluruh permintaan saya. Semua anak saya sekarang menjadi orang kaya dan berhasil. Mereka tinggal di berbagai pulau di tanah air, jauh dari saya. Memang mereka semua mengirimkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit dan semua menelpon saya untuk segera berobat. Namun bukan itu yang saya butuhkan saat ini. Saya ingin belaian kasih sayang tangan mereka. Saya ingin dirawat dan ditunggu mereka, sebagaimana dulu saya merawat mereka”.
Ya, berhati-hatilah Anda dalam memilih redaksi doa, apalagi jika itu ditujukan untuk anak Anda. Tidak ada redaksi yang lebih baik dibandingkan redaksi doa yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Hadits. “Robbanâ hablanâ min azwâjinâ wa dzurriyyâtinâ qurrota a’yun, waj’alnâ lil muttaqîna imâmâ” (Wahai Rabb kami, karuniakanlah pada kami pasangan dan keturunan yang menyejukkan pandangan mata. Serta jadikanlah kami imam bagi kaum muttaqin). QS. Al-Furqan: 74.
Seberapa besar sih kekuatan doa?
Sebesar apapun usaha orangtua dalam merawat, mendidik, menyekolahkan dan mengarahkan anaknya, andaikan Allah ta’ala tidak berkenan untuk menjadikannya anak salih, niscaya ia tidak akan pernah menjadi anak salih. Hal ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah dan betapa kecilnya kekuatan kita. Ini jelas memotivasi kita untuk lebih membangun ketergantungan dan rasa tawakkal kita kepada Allah jalla wa ‘ala. Dengan cara, antara lain, memperbanyak menghiba, merintih, memohon bantuan dan pertolongan dari Allah dalam segala sesuatu, terutama dalam hal mendidik anak.
Secara khusus, doa orangtua untuk anaknya begitu spesial. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan hal itu dalam sabdanya,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa yang akan dikabulkan tanpa ada keraguan sedikitpun. Doa orangtua, doa musafir dan doa orang yang dizalimi”. HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany.
Sejak kapan kita mendoakan anak kita?
Sejak Anda melakukan proses hubungan suami istri telah disyariatkan untuk berdoa demi kesalihan anak Anda. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ وَقَالَ: “بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَافَرُزِقَا وَلَدًا لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ
“Jika salah seorang dari kalian sebelum bersetubuh dengan istrinya ia membaca “Bismillah, allôhumma jannibnasy syaithôn wa jannibisy syaithôna mâ rozaqtanâ” (Dengan nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan pada kami), lalu mereka berdua dikaruniai anak; niscaya setan tidak akan bisa mencelakakannya”. HR. Bukhari (hal. 668 no. 3271) dan Muslim (X/246 no. 3519) dari Ibnu Abbas.
Ketika anak telah berada di kandungan pun jangan pernah lekang untuk menengadahkan tangan dan menghadapkan diri kepada Allah, memohon agar kelak keturunan yang lahir ini menjadi generasi yang baik. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mencontohkan,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Wahai Rabbi, anugerahkanlah kepadaku (anak) yang termasuk orang-orang salih”. QS. Ash-Shâffât: 100.
Nabi Zakariya ‘alaihissalam juga demikian,
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Rabbi, berilah aku dari sisiMu keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. QS. Ali Imran: 38.
Setelah lahir hingga anak dewasa sekalipun, kawal dan iringilah terus dengan doa. Pilihlah waktu-waktu yang mustajab. Antara adzan dengan iqamah, dalam sujud dan di sepertiga malam terakhir misalnya.Bahkan tidak ada salahnya ketika berdoa, Anda perdengarkan doa tersebut di hadapan anak Anda. Selain untuk mengajarkan doa-doa nabawi tersebut, juga agar dia melihat dan memahami betapa besar harapan Anda agar dia menjadi anak salih.
Awas, hati-hati!
Doa orangtua itu mustajab, baik doa tersebut bermuatan baik maupun buruk. Maka berhati-hatilah wahai para orangtua. Terkadang ketika Anda marah, tanpa terasa terlepas kata-kata yang kurang baik terhadap anak Anda, lalu Allah mengabulkan ucapan tersebut, akibatnya Anda menyesal seumur hidup.
Dikisahkan ada seorang yang mengadu kepada Imam Ibn al-Mubarak mengeluhkan tentang anaknya yang durhaka. Beliau bertanya, “Apakah engkau pernah mendoakan tidak baik untuknya?”. “Ya” sahutnya. “Engkau sendiri yang merusak anakmu” pungkas sang Imam.
Ditulis di Pesantren Tunas Ilmu, Kedungwuluh Purbalingga, 9 Ramadhan 1432 / 9 Agustus 2011
Penulis Abdullah Zaen, Lc,. MA

Lihat: Tafsîr ath-Thabary (XV/366), Tafsîr al-Baghawy (V/196), Tafsîr al-Qurthuby (XIII/356), Tafsîr Ibn Katsîr (V/186-187), Tafsîr al-Jalâlain (hal. 302-303) dan Tafsîr as-Sa’dy (hal. 435).
Sebagaimana dalam penafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma yang diriwayatkan Imam al-Baihaqy dalam Kitab al-I’tiqâd (hal. 183).
sumber: http://tunasilmu.com
 
Copyright 2009 Ruang Belajar Ummu Naufal - Widuri. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Download Royalty free images without registering at Pixmac.com