Sabtu, 17 September 2011

KEUTAMAAN & SIFAT-SIFAT ISTRI SHALIHAH

Apa yang sering diangankan oleh kebanyakan laki-laki tentang wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya? Cantik, kaya, punya kedudukan, karir bagus, dan baik pada suami. Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah keinginan yang lebih tepat disebut angan-angan, karena jarang ada wanita yang memiliki sifat demikian. Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangganya.

Seorang muslim yang shalih, ketika membangun mahligai rumah tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki istri yang pandai memposisikan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan tempat beristirahat dari ruwetnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir anak turunannya yang shalih yang menjadi qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya.

Demikian harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya.

Namun tentunya apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini tidak akan terwujud dengan baik terkecuali bila wanita yang dipilihnya untuk menemani hidupnya adalah wanita shalihah. Karena hanya wanita shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka maupun lara, yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dalam diri wanita shalihah tertanam aqidah tauhid, akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh guna menyiapkan generasi Islam yang diridhai Ar-Rahman.

Sebaliknya, bila yang dipilih sebagai pendamping hidup adalah wanita yang tidak terdidik dalam agama[1] dan tidak berpegang dengan agama, maka dia akan menjadi duri dalam daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami. Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan keruwetan, keributan, dan perselisihan. Istri seperti inilah yang sering dikeluhkan oleh para suami, sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata: “Aku telah berbuat baik kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu menyakitiku.”

Duhai kiranya wanita itu tahu betapa besar hak suaminya, duhai kiranya dia tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati suaminya….! Namun dari mana pengetahuan dan kesadaran itu akan didapatkan bila dia jauh dari pengajaran dan bimbingan agamanya yang haq? Wallahu Al-Musta‘an.

Keutamaan Wanita Shalihah

Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan[2] dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:

أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya[3], bila diperintah[4] akan mentaatinya[5], dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda:

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.

“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ

“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)

Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)

Empat hal tersebut merupakan faktor penyebab dipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)

Sifat-sifat Istri Shalihah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf[6] lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا

“Jika sampai Nabi menceraikan kalian[7], mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:

a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.

b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala

c. Qanitat: wanita-wanita yang taat

d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.

e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).

f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)

Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:

1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.

2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.

4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.

5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.

6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.

Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:

1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى

“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)

2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ

“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)

7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)

إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ

“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)

Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.

***

Foot note:

[1] Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
[2] Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)
[3] Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
[4] Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
[5] Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
[6] Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
[7] Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi , bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)

Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com/2007/09/15/keutamaan-sifat-sifat-istri-shalihah/

Semoga bermanfaat...

Rumah Tangga Ideal Adalah Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah

Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang).

Allah Ta'ala berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Ruum: 21)

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, harus tahu pula hak dan kewajiban, memahami tugas dan fungsinya masing-masing, melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas, serta mengharapkan ganjaran dan ridha dari Allah Ta’ala. Sehingga, upaya untuk mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang mendapat keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tenteram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” berupa perselisihan dan percekcokan.

Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga, maka harus ada upaya ishlah (mendamaikan). Yang harus dilakukan pertama kali oleh suami dan istri adalah harus lebih dahulu saling introspeksi, menyadari kesalahan masing-masing, dan saling memaafkan, serta memohon kepada Allah agar disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan kepada-Nya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya.

Jika cara tersebut gagal, maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun istri untuk mendamaikan keduanya. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada pasangan suami istri
tersebut.

Apabila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, surat an-Nisaa’ ayat 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.

Syaikh Mushthafa al-‘Adawi berkata:

“Apabila masalah antara suami-istri semakin memanas, hendaknya keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya, serta mengunci rapat-rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada orang lain.

Apabila suami marah sementara istri ikut emosi, hendaklah keduanya berlindung kepada Allah, berwudhu’ dan shalat dua raka’at. Apabila keduanya sedang berdiri, hendaklah duduk; apabila keduanya sedang duduk, hendaklah berbaring, atau hendaklah salah seorang dari keduanya mencium, merangkul dan menyatakan alas an kepada yang lainnya. Apabila salah seorang berbuat salah, hendaknya yang lainnya segera memaafkannya karena mengharapkan wjah Allah semata.” (Fiqhut Ta’amul bainaz Zaujaini, hal. 37)

Di tempat lain beliau berkata:

“Sedangkan berdamai adalah lebih baik, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala. Berdamai lebih baik bagi keduanya aripada berpisah dan bercerai. Berdamai lebih baik bagi anak daripada mereka terbengkalai (tidak terurus). Berdamai lebih baik daripada bercerai. Perceraian adalah rayuan iblis dan termasuk perbuatan Harut dan Marut.

Allah Ta’ala berfirman, “Maka mereka mempelajari dari keduanya (Harut dan Marut) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka tidak dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.” (QS 2: 102).

Dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‘Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas lautan. Kemudian ia mengirimkan bala-tentaranya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang menimbulkan fitnah yang paling besar kepada manusia. Seorang dari mereka dating dan berkata, ‘Aku telah melakukan ini dan itu.’ Iblis menjawab, ‘Engkau belum melakukan apa-apa.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, ‘Lalu datanglah seorang dari mereka dan berkata,‘Tidaklah aku meninggalkannya sehingga aku telah berhasil memisahkan ia (suami) dan istrinya.’ Beliau melanjutkan, ‘Lalu iblis mendekatkan kedudukannya. Iblis berkata, ‘Sebaik-baik pekerjaan adalah yang telah engkau lakukan.” (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwa perceraian adalah perbuatan yang dicintai syaitan.

Apabila dikhawatirkan terjadinya perpecahan antara suami-istri, hendaklah hakim atau pemimpin mengirim dua orang juru damai. Satu dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri untuk mengadakan perdamaian antara keduanya. Apabila keduanya damai, maka Alhamdulillah. Namun apabila permasalahan terus berlanjut antara keduanya kepada jalan yang telah digariskan dan keduanya tidak mampu menegakkan batasan-batasan Allah (syari’at dan hukum-hukum-Nya) di antara keduanya, yaitu istri tak lagi mampu menunaikan hak suami yang disyari’atkan dan suami tidak mampu menunaikan hak istrinya, serta batas-batas Allah menjadi terabaikan di antara keduanya dan keduanya tidak mampu menegakkan ketaatan kepada Allah, maka ketika itu urusannya seperti yang Allah firmankan:

“Dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunian-Nya. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya), Maha Bijaksana.” (An-Nisaa’: 130)

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dank arena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz (meninggalkan kewajibannya selaku istri, seperti meninggalkan rumah tanpa seizing suaminya), hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar. Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah member taufiq kepada suami-istri itu. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS 4: 34-35)

Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syari’at Islam, dan ini merupakan hak suami. Hukum thalaq (cerai) dalam syari’at Islam adalah dibolehkan. Adapun hadits yang mengatakan bahwa:

“Perkara halal yang dibenci Allah adalah thalaq (cerai).”

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2178), Ibnu Majah (no. 2018) dan al-Hakim (II/196), adalah hadits lemah. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Abi Hatim rahimahullah dalam kitabnya al-‘Ilal, dilemahkan juga oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 2040)].

Meskipun thalaq (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, akan tetapi seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika seorang suami akan menjatuhkan thalaq (cerai), ia harus berpikir tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa penyesalan yang panjang. Ia harus berpikir tentang dirinya, istrinya dan anak-anaknya, serta tanggung-jawabnya di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla pada hari kiamat....

Kemudian bagi istri, bagaimana pun kemarahannya kepada suami, hendaknya ia tetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. Terkadang ada istri yang minta cerai disebabkan masalah kecil karena suaminya menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya. Hal ini tidak dibenarkan dalam agama Islam. Jika si istri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma surge, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Siapa saja wanita yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang benar, maka haram atasnya surga.”

[Hadits shahiah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2226), at-Tirmidzi (no. 1187), Ibnu Majah (no. 2055), ad-Darimi (II/162), Ibnul Jarud (no. 748), Ibnu Hibban (no. 1320), ath-Thabari dalam Tafsiir-nya (no. 4843-4844), al-Hakim (II/200), al-Baihaqi (VII/316), dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu].

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang: ‘…dan janganlah seorang istri meminta (suaminya) untuk menceraikan saudara (madu)nya agar memperoleh nafkahnya.” (HR. Bukhari (no. 2140), Muslim (no. 1515) dan an-Nasa-(I VII/258)].

Dalam agama Islam dibolehkan poligami dan ini sama sekali bukan untuk menyakiti wanita atau berbuat zhalim kepada wanita, akan tetapi disyari’atkan untuk mengangkat derajat wanita dan menghormati mereka. Sebab poligami telah disyari’atkan oleh Allah Yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.

Setiap keluarga selalu mendambakan terwujudnya rumah tangga yang bahagia, diliputi sakinah, mawaddah wa rahmah. Oleh karena itu, setiap suami dan istri wajib nenunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan syari’at Islam dan bergaul dengan cara yang baik.

Kesimpulannya, wanita tidak boleh meminta cerai dari suaminya tanpa alasan syar’i. Kepada suami-istri, hendaknya selalu melaksanakan kewajiban yang Allah bebankan kepadanya, menjauhi apa-apa yang dilarang, dan selalu berdo’a kepada Allah agar dikaruniai pasangan dan keturunan yang shalih dan shalihah....

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (Al-Furqaan: 74)

Semoga bermanfaat...

-Sahabatmu-
Abu Muhammad Herman

(Dikutip dari buku “Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah”, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah, Pustaka At-Taqwa)

MENGENAL HATI - Bagian 3 (Bab: Kehidupan Hati)

(Oleh: Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri hafizhahullah)

MENGENAL HATI - Bagian 3 (Bab: Kehidupan Hati)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." [An-Nahl: 97]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." [Al-Anfaal: 24]

Kehidupan hati, kenikmatannya, kebahagiaannya, dan kesejahteraannya adalah dengan beriman kepada Allah, mengenal-Nya, mencintai-Nya, kembali dan bertawakal kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, menta’ati-Nya, dan menta’ati rasul-Nya.

Sesungguhnya tidak ada kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan itu dan tidak ada kenikmatan yang melebihi kenikmatannya kecuali kenikmatan surga yang di dalamnya berkumpul kesempurnaan iman dan kenikmatan.

Apabila kehidupan hati adalah kehidupan yang baik, maka dia akan diikuti oleh kehidupan anggota-anggota tubuh, sehingga diapun menjadi baik sebagaimana hati itu baik.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kehidupan yang baik untuk orang-orang yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan beribadah kepada-Nya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." [An-Nahl: 97]

Kehidupan hati dapat diraih dengan tiga perkara: Berhenti berangan-angan, mentadabburi Al-Qur’an, dan menjauhi perusak-perusak hati.

Berhenti berangan-angan, yaitu mengetahui akan dekatnya ajal dan cepatnya masa kehidupan itu berakhir. Itu termasuk di antara perkara-perkara yang paling bermanfaat bagi hati. Karena sesungguhnya dia dapat membangkitnya untuk mengejar hari-hari, memanfaat-kan kesempatan-kesempatan yang berjalan seperti awan, mengobarkan tekat-tekat hati untuk menuju negeri kekekalan, menbuatnya zuhud terhadap dunia, dan membuatnya cinta terhadap akhirat. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ

"Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik." [Al-Ahqaaf: 35]

Adapun mentadabburi Al-Qur’an, yaitu menajamkan pandangan hati kepada makna-maknanya dan memfokuskan pikiran untuk mentadabburi dan memahaminya. Itulah tujuan dari diturunkannya Al-Qur’an, yaitu bukan hanya untuk membacanya tanpa pemahaman dan tadabbur. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran." [Shaad: 29]

Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba di dalam kehidupannya di dunia dan akhirat dan yang lebih dekat kepada keselamatannya daripada mentadabburi Al-Qur’an dan memfokuskan pikiran terhadap makna-makna ayatnya. Karena sesungguhnya ayat-ayat Al-Qur’an dapat memperlihatkan seorang hamba tentang petunjuk-petunjuk kebaikan dan keburukan, menunjukinya tentang kunci-kunci simpanan kebahagiaan dan ilmu-ilmu yang bermanfaat, mengokohkan pondasi-pondasi keimanan di dalam hatinya, dan memperlihatkannya gambaran-gambaran dunia dan akhirat, juga surga dan neraka.

Ayat-ayat Al-Qur’an dapat menghadirkannya di hadapan umat-umat terdahulu, memperlihatkannya hari-hari Allah pada mereka, memperlihatkannya keadilan dan kurnia Allah, memperkenalkannya akan dzat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan apa yang Allah cintai dan Allah benci.

Ayat-ayat Al-Qur’an dapat memperlihatkannya jalan penghuni surga dan penghuni neraka, juga tingkatan-tingkatan orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang sengsara; dia juga memperlihatkannya rincian-rincian perintah dan larangan, syariat dan ketentuan, halal dan haram, anjuran dan ancaman, nasehat-nasehat dan kesabaran, juga lain sebagainya.

Adapun perusak-perusak hati adalah berlebihan bergaul, berangan-angan, bergantung kepada selain Allah, banyak makan, dan banyak tidur. Kelima hal tersebut merupakan perusak-perusak hati yang paling besar.

Hati yang selamat akan berjalan menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala dan negeri akhirat. Namun kelima hal tersebut dapat memadamkan cahayanya, melemahkan kekuatannya, menghentikannya agar tidak sampai kepada tujuan penciptaannya, dan menghalangi kenikmatannya, kebahagiannya, kesejahteraannya, dan kenyamanannya.

Karena sesungguhnya tidak ada kenikmatan, kenyamanan, kesejahteraan, dan kesempurna-an bagi hati melainkan dengan mengenal Allah, mencintai-Nya, merasa tenteram dengan berdzikir kepada-Nya, merasa senang dan gembira dengan kedekatan-Nya, dan merasa rindu untuk berjumpa dengan-Nya. Itulah surganya di dunia.

Begitu juga tidak ada kenikmatan, kemenangan, keberuntungan bagi hati di akhirat nanti melainkan dengan perlindungan Rabbnya di negeri kenikmatan di dalam surga.

Dengan demikian, dia akan memiliki dua surga. Dia tidak dapat memasuki surga yang kedua hingga dia memasuki surga yang pertama. Namun kelima hal tersebut adalah penghalang dan pembatas antara hati dan antara dirinya.

Kehidupan hati memiliki banyak tanda, yang paling pentingnya adalah:

Rasa takut hati dan kekhawatiran yang sangat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman[1] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[2] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." [Al-Anfaal: 2]

Di antaran tanda-tandanya (takut kepada Allah) adalah:

1. Rasa gemetar pada tubuh dan rasa tenang pada kulit dan hati ketika mendengar Al-Qur’an, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu Al-Qur’an) yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang[3], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya." [Az-Zumar: 23]

2. Kekhusyu’an hati ketika berdzikir kepada Allah, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." [Al-Hadiid: 16]

3. Mendengarkan kebenaran dan tunduk terhadapnya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." [Al-Hajj: 54]

4. Selalu kembali bertobat kepada Allah, Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
"Yaitu orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat." [Qaaf: 33]

5. Ketenangan dan kewibawaan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." [Al-Fath: 4]

6. Berdebarnya hati karena cinta kaum mukminin, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]

7. Selamatnya hati dari iri dan dengki, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." [Ali Imraan: 103]

Apabila hati seorang hamba telah mati, maka anggota-anggota tubuhnya akan berhenti dari keta’atan dan beribadah; dia tidak akan menunaikan hak Allah dari keta’atan dan peribadat-an; dia tidak akan mengamalkan kitab Rabbnya dan sunnah rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam; dia akan memusuhi Allah Dzat Maha Pemurah; dan dia akan mencintai setan.

Dia memakan rezeki Allah namun tidak mensyukuri-Nya; dia menguburkan orang-orang mati namun tidak mengambil ibrahnya; dan dia mengetahui bahwa kematian adalah benar adanya namun tidak menyiapkan diri untuknya. Bahkan dia menghampiri dunia, memakmurkannya, mengumpulkannya, dan berlomba-lomba untuk mengumpulkan bekas-bekas reruntuhannya, sehingga diapun tersiksa karenanya setiap siang dan malam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ
"Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir." [At-Taubah: 55]

Penggerak-penggerak hati menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala ada tiga: Rasa cinta, rasa takut, dan rasa harap.

Rasa cinta adalah penggerak yang paling kuat. Dia digerakkan di dalam hati oleh seringnya mengingat Dzat yang dicintai dan memperhatikan kenikmatan-kenikmatan dan karunia-karunia-Nya, sehingga dia berjalan menuju Dzat yang dia cintai yang selalu melihat kenikmatan dari-Nya.

Rasa takut, maksudnya adalah menahan dan mengendalikan diri agar tidak keluar dari jalan yang lurus. Dia digerakkan di dalam hati oleh memperhatikan ayat-ayat ancaman, hari kiamat, hisab, neraka dan huruharanya, juga hukuman-hukuman yang akan menimpa orang-orang jahat.

Adapun rasa harap, maka dia akan membimbing manusia kepada jalan yang lurus. Dia digerakkan di dalam hati oleh memperhatikan kedermaan dan kebaikan Allah, kelembuatan dan ampunan-Nya, juga pemberian dan anugerah-Nya.

Hati-hati seluruh hamba adalah berada di tangan Allah[1]:

Barangsiapa yang menghadap kepada Allah, niscaya Allah akan menghadapkan hati-hati para hamba kepadanya, sehingga merekapun mencintainya.

Barangsiapa yang berpaling dari Allah, niscaya Allah akan memalingkan hati-hati para hamba darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah[2] akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang." [Maryam: 96]

Semoga bermanfaat...

-Sahabatmu-
Abu Muhammad Herman

Bersambung, insya Allah.
------------------------------
Foot note:

[1]. Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rosulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seringkali mengucapkan doa:

«يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ»

“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” Akupun bertanya, “Wahai Rosulullah, kami beriman kepadamu dan apa-apa yang telah kamu bawa. Apakah kamu sedang mengkhawatirkan kami?” Beliau menjawab:

«نَعَمْ إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أَصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ»

“Ya, karena sesungguhnya hati-hati itu berada di antara dua jari dari jari-jari Allah. Dia membolak-balikkannya sebagaimana Dia kehendaki.” (Shahih, Musnad Ahmad: 6/251, no. 26887. Sunan At-Tirmidzi no. 2290).

[2]. Dalam surat Maryam ini nama Allah Ar-Rahmaan banyak disebut, untuk memberi pengertian bahwa Allah memberi ampun tanpa perantara.

MENGENAL HATI - Bagian 2 (Bab: Kebaikan Hati)

(Oleh: Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri hafizhahullah)

Kebaikan Hati[1]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman[2] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[3] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." [Al-Anfaal: 2]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

 مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu." [At-Taghaabun: 11]

Sumber seluruh kebaikan dan kebahagiaan seorang hamba adalah kesempurnaan kehidupan hati juga kesempurnaan cahayanya. Kehidupan dan cahaya hati adalah modal segala kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan kehidupan hati akan terwujud kekuatannya, pendengarannya, penglihatannya, rasa malunya, kehormatannya, keberaniannya, kesabaran-nya, seluruh akhlaknya yang mulia, kecintaannya akan kebaikan, dan kebenciannya akan keburukan.

Setiap kali kehidupan hati menguat, maka akan kuat pula sifat-sifat tersebut di dalam dirinya. Apabila kehidupannya melemah, maka akan lemah pula sifat-sifat tersebut di dalam dirinya.
Rasa malu terhadap keburukan-keburukan adalah tergantung dengan kehidupan hati di dalam dirinya.

Hati yang hidup, apabila dihadapkan dengan keburukan-keburukan, dia akan lari meninggalkannya, membencinya, bahkan tidak sudi menoleh kepadanya. Berbeda dengan hati yang mati, dia tidak dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Begitu juga dengan hati yang sakit karena syahwat, karena kelemahannya dia akan cenderung kepada keburukan yang nampak kepadanya sehingga diapun binasa.

Demikian juga, apabila cahaya hati dan sinarnya menguat, maka gambaran-gambaran hal-hal yang maklum dan hakikat-hakikatnya akan tersingkap baginya.
Kebaikan perkara yang baik dan keburukan perkara yang buruk akan nampak jelas dengan cahaya hati dan pengaruh kehidupannya.

Al-Qur’an adalah cahaya yang menerangi dan menyinari hati. Dia adalah ruh yang dengan-nya hati menjadi hidup. Seorang mukmin yang hatinya hidup telah Allah muliakan dengan cahaya, yang dengannya dia dapat melihat kebenaran dan kebatilan.

Orang kafir yang hatinya mati, dia tenggelam di dalam gelapnya kebodohan. Dikarenakan dia berpaling dari keta’atan kepada Allah, bodoh terhadap mengenal Allah dan mengesakan-Nya, bodoh terhadap syariat-syariat dan sunnah-sunnah-Nya, dan meninggalkan amalan yang dapat mengantarkannya kepada keselamatan dan kebahagiannya, maka kedudukannya sama seperti orang mati yang tidak dapat memberikan manfaat untuk dirinya dan tidak dapat mencegah keburukan darinya.

Apabila Allah memberikannya hidayah untuk islam, menjadikan hatinya hidup setelah kematiannya, dan menjadikannya terang dan bersinar setelah kegelapannya, maka dia dapat mengetahui hal-hal yang bermudharat dan bermanfaat bagi dirinya, dia beramal untuk menyelamatkannya dari kemurkaan Allah dan hukuman-Nya, dia dapat melihat kebenaran setelah dia buta, dia dapat mengenalnya setelah bodoh terhadapnya, dia mampu mengikuti-nya setelah dia berpaling darinya, dan dia mendapatkan cahaya yang meneranginya, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." [Al-An’aam: 122]

Kehidupan hati dan cahayanya hanya dapat diraih dengan menyambut panggilan Allah dan Rasul, juga menyambut apa yang telah Allah dan Rasul serukan kepadanya seperti ilmu dan keimanan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." [Al-Anfaal: 24]

Kehidupan hati dan kesehatannya tidak dapat diraih melainkan jika dia memahami kebenaran, mencarinya, dan memberikan pengaruhnya kepada orang lain.

Ya Allah, perlihatkanlah kepada kami yang benar itu adalah benar, dan berikanlah kami kekuatan untuk mengikutinya.

Hati memiliki dua kekuatan: Kekuatan ilmu dan tamyiz (membedakan) dan kekuatan iradah (kemauan) dan mahabbah (kecintaan).

Kesempurnaan hati dan kebaikannya adalah dengan menggunakan kedua kekuatan tersebut pada hal yang bemanfaat. Yaitu dengan menggunakan kekuatan ilmu untuk memahami kebenaran dan mengenalnya, serta membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Juga dengan menggunakan kekuatan iradah dan mahabbah untuk mencari kebenaran dan mencintainya, serta mendahulukan kebenaran terhadap kebatilan.

Barangsiapa yang tidak mengenal kebenaran, maka dia adalah orang yang sesat. Barangsiapa yang mengenalnya namun mendahulukan selainnya, maka dia adalah orang yang dimurkai. Sedangkan barangsiapa yang mengenalnya lalu mengikutinya, maka dia adalah orang yang diberikan kenikmatan.

Kaum muslimin lebih berhak untuk mendapatkan kebenaran, karena mereka mengenalnya dan mengikutinya.

Orang-orang Yahudi lebih berhak untuk mendapatkan kemurkaan, karena mereka adalah umat pembangkang. Mereka mengenal kebenaran namun enggan mengikutinya.

Orang-orang Nasrani lebih berhak untuk mendapatkan kesesatan, karena mereka adalah umat kebodohan. Mereka mengenal kebenaran namun tersesat darinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk memohon petunjuk kepada jalan kebenaran, yaitu jalan orang-orang yang diberikan kenikmatan dengan mengenal kebenaran dan mengamalkannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
"Tunjukilah[4] kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[5]" (Al-Faatihah: 6-7).[6]

Seluruh manusia adalah orang yang merugi di dalam kehidupan ini. Kecuali orang yang sempurna kekuatan ilmunya dengan keimanan kepada Allah, dan sempurna kekuatan amalnya dengan mengamalkan keta’atan kepada Allah. Itulah kesempurnaan hati di dalam dirinya. Selanjutnya dia menyempurnakan orang lain dengan memberikannya nasehat dan memerintahkan hal tersebut kepadanya, serta bersabar. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَالْعَصْرِ إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya menta’ati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran." [Al-‘Ashr: 1-3]

Kedua kekuatan tersebut jangan sampai ditelantarkan di dalam hati. Bahkan seorang hamba harus dapat menggunakan kekuatan ilmunya untuk mengenal kebenaran dan memahami-nya. Jika tidak, dia akan menggunakannya untuk mengenal apa yang layak dan pantas bagi dirinya dari kebatilan.

Demikian juga dengan kekuatan iradah. Dia harus menggunakannya untuk mengamalkan kebenaran. Jika tidak, dia akan menggunakannya untuk mengamalkan sebaliknya (yaitu kebatilan). Tidak ada kebahagiaan, kenyamanan, kenikmatan, dan kebaikan bagi hati kecuali jika dia menjadikan Allah sebagai Ilahnya, Rabb Penciptanya, dan Dzat yang dia sembah satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya.[7]

Seluruh makhluk dan seluruh yang hidup (kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala), seperti malaikat, manusia, jin, hewan, atau tumbuh-tumbuhan membutuhkan Rabbnya untuk mendatangkan apa yang bermanfaat baginya dan mencegah apa yang memudharatinya. Hal tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan mengetahui gambaran sesuatu yang bermanfaat dan sesuatu yang bermudharat itu.[8]

Manfaat adalah termasuk di antara jenis kenikmatan dan kenyamanan. Sedangkan mudharat adalah termasuk di antara jenis penyakit dan adzab.

Seorang hamba harus memiliki dua perkara:

Pertama, mengetahui apa yang disenangi dan dicari, yang dapat dia ambil manfaatnya dan dia merasa nyaman karena mendapatkannya.
Kedua, mengetahui perantara yang dapat membantu untuk meraih maksud tersebut.

Selain itu ada dua perkara yang lain:
Pertama, mengetahui apa yang dibenci, yang dapat mendatangkan mudharat.
Kedua, mengetahui perantara yang dapat membantu untuk mencegah hal tersebut.

Keempat perkara itu adalah perkara yang penting bagi seluruh hamba, bahkan bagi seluruh hewan.
Apabila hal tersebut tetap adanya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah yang wajib untuk dijadikan maksud yang tuju, yang diharapkan wajah-Nya dan kedekatan-Nya, dan yang dicari keridhoan-Nya. Hanya Allah yang dapat membantu untuk meraih hal tersebut.

Adapun peribadatan kepada selain Allah, menoleh kepadanya, dan bergantung dengannya adalah perkara yang dibenci dan dapat mendatangkan mudharat. Hanya Allah yang dapat membantu untuk mencegahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menggabungkan empat perkara tersebut, bukan yang lain-Nya.

Allah adalah Dzat yang disembah, yang dicinta, dan dituju. Dia-lah yang menolong hamba-Nya untuk sampai kepada-Nya serta beribadah kepada-Nya. Adapun perkara yang dibenci hanya terjadi dengan kehendak dan takdir-Nya; dan Dia-lah yang menolong hamba-Nya untuk mencegah hal tersebut darinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan para makhluk untuk beribadah kepada-Nya sekaligus untuk mengenal-Nya, kembali kepada-Nya, mencintai-Nya, dan ikhlas hanya kepada-Nya.

Dengan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hati-hati mereka menjadi tenteram[9] dan jiwa-jiwa mereka menjadi tenang. Dengan melihat Allah di akhirat mata-mata mereka menjadi gembira dan kenikmatan mereka menjadi sempurna.

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan kepada mereka di akhirat nanti suatu yang lebih baik bagi mereka, yang lebih mereka sukai, dan yang lebih membuat mata-mata mereka gembira daripada melihat kepada wajah Allah, mendengarkan firman-Nya, dan keridhoan-Nya terhadap mereka.[10]

Allah juga tidak memberikan kepada mereka di dunia ini sesuatu yang lebih baik bagi mereka, yang lebih mereka sukai, dan yang lebih membuat mata-mata mereka gembira daripada keimanan kepada-Nya, mencintai-Nya, kerinduan untuk berjumpa dengan-Nya, tenteram dengan kedekatan-Nya, dan menikmati dzikir serta beribadah kepada-Nya.[11]

Kebutuhan para hamba kepada Rabbnya di dalam peribadatan mereka kepada-Nya adalah lebih besar daripada kebutuhan mereka kepada-Nya di dalam penciptaan mereka, pemberian rezeki kepada mereka, dan penyelamatan tubuh-tubuh mereka dari gangguan, karena sesungguhnya ibadah adalah akhir tujuan mereka. Tidak ada kebaikan dan kebahagiaan bagi mereka tanpa ibadah tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki dari para makhluk-Nya agar mereka mengetahui perkara yang paling baik di dunia (yaitu keimanan kepada Allah) juga yang paling baik di akhirat (yaitu melihat wajah Allah), sehingga merekapun menerimanya dengan ilmu dan amal perbuatan; dan agar mereka mengetahui perkara yang paling buruk di dunia (yaitu kesyirikan kepada Allah) juga yang paling buruk di akhirat (yaitu neraka), sehingga mereka pun mewaspadai dan menghindarinya.

Sumbernya adalah hati. Apabila dia baik, maka amalan-amalan seluruh anggota tubuh akan menjadi baik. Apabila dia rusak, maka amalan-amalan seluruh anggota tubuh akan rusak pula.
Mata ini dapat melihat gambaran sesuatu dari sinar matahari tapi bukan hakikatnya, sebagai ujian dan cobaan. Tidak ada yang dapat mengetahui hakikat sesuatu kecuali hati. Hati dapat mengetahui hakikat tersebut jika di dalamnya terdapat cahaya keimanan.

Sebagaimana mata ini membutuhkan cahaya luar untuk mengetahui dan melihat banyak hal, maka demikian halnya dengan hati. Dia tidak akan mengetahui hakikat sesuatu kecuali dengan cahaya keimanan. Barangsiapa yang hatinya hitam, dia tidak akan mengetahui hakikat segala sesuatu melainkan hanya gambaran-gambaran luarnya saja.

Namun, apabila hati itu bercahaya dengan cahaya keimanan, dia akan kembali kepada Allah, sehingga diapun mencintai keta’atan-keta’atan dan membenci kemaksiatan-kemaksiatan. Dengan cahaya hati, akan nampak jelas nilai harta-benda dan segala sesuatu juga nilai keimanan dan amal-amal perbuatan, sehingga tidak akan tersisa bagi seorang hamba rasa ketergantungan terhadap dunia, bahkan ketergantungannya hanya terhadap akhirat.

Cahaya keimanan di dalam hati dapat menancapkan hakikat janji dan ancaman.

Apabila hakikat janji dan ancaman datang, kita bertambah di dalam mengamalkan keta’atan, lari meninggalkan kemaksiatan, bersikap zuhud terhadap dunia, dan hanya mengharapkan akhirat.
Cahaya hati di dunia menjadi tersembunyi, namun di akhirat akan menjadi nampak bagi kaum mukminin.
Dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan mengerjakan seluruh sunnah, cahaya hati akan bertambah. Sedangkan dengan menyelisihi sunnah-sunnah, kegelapan hati akan bertambah dan berat untuk mengamalkan keta’atan-keta’atan.

Cinta kepada Allah merupakan cahaya di dalam hati dan wajah. Sedangkan cinta kepada selain Allah merupakan kegelapan di dalam hati dan wajah.

Setiap orang yang mengikrarkan bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka cahaya itu akan masuk ke dalam hatinya. Apabila cahaya hidayah telah masuk ke dalam hati, maka akan mudah menerapkan perintah-perintah Allah, terus melaksanakannya, menikmatinya, menyeru manusia kepadanya, dan bersabar terhadap semua hal tersebut.

Cahaya hidayah di dalam hati adalah agar seorang hamba merasa yakin bahwa yang memberi, yang mencegah pemberian, yang memuliakan, yang menghinakan, yang memberi-kan manfaat, yang mendatangkan mudharat, yang menghidupkan, dan yang mematikan hanyalah Allah satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya.

Kebutuhan-kebutuhan hati sangatlah banyak bagaikan lautan. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan tubuh bagaikan setetes air. Karena hati adalah tempatnya iman dan iman tidak memiliki batasan; dan dengan keimanan manusia akan hidup bahagia di dunia dan akhirat.

Keimanan dapat bertambah di dalam hati dengan banyaknya keta’atan, memperhatikan tanda-tanda penciptaan dan ayat-ayat Al-Qur’an, dan bersungguh-sungguh di dalam mengamalkan agama, sehingga dengan itu semua hidayah pun akan datang.

Kebatilan tidak akan pernah sirna kecuali dengan mengorbankan segala sesuatu untuk meninggikan kalimat Allah, yaitu dengan harta-benda, jiwa raga, keinginan, kedudukan, dan waktu.
Ketika umat ini enggan berkorban dengan hal-hal tersebut, maka keimanan dan keta’atan akan berkurang dan kemaksiatan akan merajalela, sehingga bencana, kerusakan, dan hukuman pun akan datang.[12]

Setan menghiasi untuk manusia nafsu syahwat yang akibatnya adalah kebinasaan. Sedang-kan para nabi memerintahkan manusia untuk beriman dan beramal shaleh yang akibatnya adalah keberuntungan.
Perhiasan hati adalah dengan keimanan; perhiasan anggota-anggota tubuh adalah dengan amal-amal shaleh; dan perhiasan manusia luar dalam dapat sempurna dengan akhlak (budi pekerti) mulia yang dengannya Allah telah mensifati nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan firman-Nya:

 وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." [Al-Qalam: 4]

Tidak ada suatu apapun di alam semesta ini yang dapat menjadikan hati tenang, tenteram, dan nyaman berhadapan dengannya, kecuali Allah.

Barangsiapa yang beribadah kepada selain Allah dan dengannya dia mendapatkan kenikmatan dan manfaat, maka kemudharatannya karena hal tersebut akan berlipat-lipat ganda; kedudukannya sama seperti memakan makanan beracun yang lezat.

Sebagaimana langit dan bumi, apabila pada keduanya terdapat tuhan-tuhan selain Allah, pastilah keduanya itu akan rusak binasa.[13] Maka demikian juga dengan hati, apabila di dalam-nya ada sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti dia akan rusak parah dan tidak lagi diharapkan untuk baik. Kecuali jika sesembahan itu dikeluarkan dari hatinya lalu dia menjadikan Allah satu-satu-Nya sebagai Ilahnya, Dzat Yang disembah, dan Yang dicinta.

Kebutuhan seorang hamba untuk beribadah kepada Allah satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang dapat menyamainya lalu dikiaskan dengannya. Akan tetapi kebutuhan tubuh terhadap makanan, minuman, dan nafas dapat menyamainya dari beberapa segi, namun antara kedua banyak terdapat perbedaan.

Sesungguhnya hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya. Tidak ada kebaikan dan kebahagiaan baginya melainkan dengan Tuhannya yang hak, yang tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia. Sehingga hati itu tidak dapat merasa tenteram kecuali dengan berdzikir kepada-Nya dan tidak dapat tenang kecuali dengan mengenal dan mencintai-Nya. Walaupun jika dia mendapatkan kenikmatan dan kesenangan dengan selain Allah, maka itu tidak akan bertahan lama baginya. Bahkan seringkali kenikmatan yang dia rasakan akan menjadi sebab penyakit dan mudharat yang paling berbahaya.

Adapun Tuhannya yang hak, maka Dia akan terus bersamanya di setiap waktu, di setiap keadaan, dan dimanapun dia berada.

Beriman kepada Allah, mencintai-Nya, beribadah kepada-Nya, memuliakan-Nya, dan berdzikir kepada-Nya merupakan makanan, kekuatan, kebaikan, dan kestabilan manusia.[14]

Adapun orang yang berkata, “Sesungguhnya beribadah, berdzikir, dan bersyukur kepada Allah adalah pembebanan dan kesulitan yang ditujukan hanya untuk ujian dan cobaan; atau hanya untuk menukar pahala yang dibagikan seperti saling menukar barang; atau hanya untuk melatih dan mendidik diri agar meningkat dari derajat kebinatangan.” Itu adalah perkataan orang yang memiliki sedikit bagian dari ilmu dan sedikit merasakan hakikat dan manisnya iman.

Bahkan beribadah kepada Allah, mengenal-Nya, mengesakan-Nya, dan mensyukuri-Nya merupakan penyejuk mata manusia dan kenikmatan yang paling afdhal bagi, ruh, hati, dan jiwa.

Yang dimaksudkan dari peribadatan-peribadatan dan perintah-perintah bukanlah kesulitan dan pembebanan, meskipun hal itu memang terjadi pada sebagiannya karena beberapa sebab yang mengharuskan demikian.

Perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, hak-hak yang telah Dia wajibkan kepada para hamba-Nya, dan syariat-syariat yang telah Dia syariatkan untuk mereka merupakan penyejuk mata, kenyamanan hati, kenikmatan ruh, dan kemuliaan jiwa. Padanya terdapat penyembuh hati, kebahagiannya, keberuntungannya, dan kesempurnaannya di dunia dan akhirat. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” [Yunus: 57-58]

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menamakan perintah-perintah-Nya, wasiat-wasiat-Nya, dan syariat-syariat-Nya sebagai pembebanan. Bahkan Allah menamakannya sebagai ruh dan cahaya, petunjuk dan kehidupan, rahmat dan penyembuh, perjanjian dan wasiat, dan lain sebagainya. Adapun pembebanan yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk nafi (peniadaan), sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." [Al-Baqoroh: 286]

Kenikmatan yang paling besar di dalam surga, yang paling afdhal, dan yang paling mulia secara mutlak adalah melihat wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendengar firman-Nya.

Tidak ada sesuatu yang paling dicintai oleh kaum mukminin di dalam surga setelah mereka diberikan berbagai macam kenikmatan oleh Allah, melainkan melihat wajah-Nya.

Melihat wajah Allah lebih mereka cintai, karena dengannya mereka mendapatkan kenyaman-an, kenikmatan, kebahagiaan, kesenangan, dan kesejukan mata, melebihi apa yang mereka dapatkan dari kenikmatan makan, minum, dan bidadari. Tidak mungkin dapat membandingkan antara dua kenikmatan tersebut selama-lamanya.

Sebagaimana tidak mungkin dapat membandingkan kenikmatan yang ada di dalam surga dengan kenikmatan melihat wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian juga tidak mungkin dapat membandingkan kenikmatan dunia dengan kenikmatan mencintai Allah, mengenal-Nya, rindu kepada-Nya, dan tenteram karena-Nya.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

 "إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ فَيَقُولُونَ لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ فَيَقُولُ هَلْ رَضِيتُمْ فَيَقُولُونَ وَمَا لَنَا لَا نَرْضَى يَا رَبِّ وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ فَيَقُولُ أَلَا أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ فَيَقُولُونَ يَا رَبِّ وَأَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ فَيَقُولُ أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلَا أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا."
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada penghuni surga: ((Wahai penghuni surga!)) mereka menjawab, “Kami memenuhi panggilan-Mu wahai Rabb. Seluruh kebaikan hanya ada pada kedua tangan-Mu.” Allah berfirman: ((Apakah kalian ridho –puas terhadap limpahan nikmat-Ku-?)) mereka menjawab, “Apa yang membuat kami tidak ridho terhadap-Mu wahai Rabb, padahal Engkau telah memberikan kepada kami kenikmatan yang tidak Engkau berikan kepada seorangpun dari makhluk-Mu.” Allah berfirman: ((Maukah kalian Aku berikan kenikmatan yang lebih afdhal daripada kenikmatan itu?)) mereka menjawab, “Wahai Rabb, kenikmatan manakah yang lebih afdhal daripada kenikmatan itu?” Allah berfirman: ((Aku akan limpahkan keridhoan-Ku kepada kalian, sehingga Aku tidak akan murka kepada kalian selama-lamanya.))” Muttafaqun ‘Alaih.[15]

Seluruh makhluk, baik yang besar maupun yang kecil, baik yang kuat maupun yang lemah, dia tidak memiliki manfaat ataupun mudharat, pemberian ataupun penolakan, petunjuk ataupun kesesatan, pertolongan ataupun keterlantaran, penurunan ataupun pengangkatan, dan kemuliaan ataupun kehinaan bagi seorang hamba. Bahkan Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, Dia-lah satu-satu-Nya yang memiliki itu semua, bukan yang lain-Nya.

Seorang hamba adalah lemah dan sangat membutuhkan orang yang dapat membelanya dari musuh dengan pertolongannya; dan dia membutuhkan orang yang dapat memberikannya manfaat dengan rezekinya, sehingga dia pun harus memiliki penolong atau pemberi rezeki. Allah-lah satu-satu-Nya Dzat yang dapat menolong dan memberikan rezeki. Dia-lah Dzat Yang Maha Pemberi rezki, Yang mempunyai kekuatan lagi Maha Kokoh.

Di antara kesempurnaan iman seorang hamba adalah dia mengetahui bahwa sesungguhnya apabila Allah menimpakan keburukan kepadanya, maka tidak ada yang dapat menghilang-kannya kecuali Dia. Apabila Allah melimpahkan kenikmatan kepadanya, maka tidak ada yang dapat memberikannya kecuali Dia.

Itu semua menuntut seorang hamba untuk bertawakal kepada Allah, meminta pertolongan dari-Nya, berdoa dan memohon kepada-Nya semata tidak kepada selain-Nya, mencintai-Nya, dan beribadah kepada-Nya. Karena Allah telah berbuat baik kepada para hamba-Nya dan melimpahkan kenikmatan-kenikmatan-Nya kepada mereka.

Apabila mereka mencintai Allah, beribadah, dan bertawakal kepada-Nya, niscaya Allah akan membukakan untuk mereka lantaran nikmatnya bermunajat, agungnya keimanan, dan berinabah kepada-Nya apa yang lebih mereka cintai, yaitu pemenuhan kebutuhan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [Yunus: 107]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

 إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal." [Ali ‘Imraan: 160]

Ketergantungan seorang hamba kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan penyebab kemudharatan baginya apabila dia mengambilnya lebih dari kadar kebutuhan tanpa memohon pertolongan kepada Allah untuk menta’ati-Nya.

Apabila dia memperoleh makanan, minunam, pernikahan, dan pakaian melebihi kebutuhan-nya, maka hal itu akan bermudharat baginya.

Apabila seorang hamba mencintai selain Allah apapun bentuknya, pasti Allah akan merampasnya dan memisahkannya. Apabila dia mencintainya bukan karena Allah, pasti kecintaannya itu akan bermudharat baginya dan dia akan disiksa lantaran sesuatu yang dia cintai, baik di dunia atau di akhirat, ataupun di dunia dan di akhirat sekaligus. Itulah yang sering terjadi, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ
"Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir." [At-Taubah: 55]

Setiap orang yang mencintai sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedang kecintaannya itu bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga bukan untuk menjadikannya sebagai pembantu untuk ta’at kepada-Nya, maka dia akan disiksa karenanya di dunia sebelum hari kiamat. Apabila telah datang hari kiamat, maka Allah Dzat yang Maha Bijaksana lagi Maha Adil akan mendekatkan setiap orang yang mencinta dengan apa yang dia cintai di dunia dulu, sehingga diapun akan berdampingan bersamanya, baik dalam kenikmatan maupun siksaan.

Orang mukmin yang mencintai kaum mukminin lainnya, dia akan berdampingan bersama mereka di dalam surga.[16] Sedangkan orang kafir yang berkumpul dengan orang-orang kafir lainnya bukan untuk keta’atan kepada Allah dan rasul-Nya, Allah akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat di dalam neraka. Masing-masing dari mereka akan disiksa lantaran sahabatnya, dan sebagian mereka akan melaknati sebagian yang lain. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." [Az-Zukhruf: 67]

Dengan demikian, setiap orang yang mencintai sesuatu selain Allah, maka kemudharatan itu akan menimpanya lantaran sesuatu yang dia cintai itu, baik dia itu masih ada maupun telah tiada. Apabila sesuatu yang dicintainya itu telah tiada, maka dia akan tersiksa lantaran berpisah darinya dan akan merasa sakit sesuai dengan kadar ketergantungan hatinya kepadanya. Namun, apabila sesuatu yang dicintainya itu masih ada, maka dia akan merasa sakit sebelum mendapatkannya, merasa letih dan cape ketika mendapatkannya, dan merasa sedih setelah kehilangannya, melebihi rasa nikmat yang dia dapatkan berlipat-lipat ganda.

Ketergantungan seorang hamba kepada makhluk dan rasa tawakkal kepadanya, pasti dapat menyebabkan kemudharatan baginya dari sisinya sendiri, kebalikan dari apa yang dia harapkan. Dia pasti akan ditelantarkan dari sisi yang dia itu mampu untuk ditolong; dan dia akan dicela padahal dia itu dapat dipuji. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا
"Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." [Maryam: 81-82]

Orang musyrik itu terkadang mengharapkan pertolongan dengan kesyirikannya, terkadang mengharapkan kemuliaan, terkadang mengharapkan kebahagiaan, dan terkadang mengharapkan puji-pujian. Bagaimana mungkin dia akan mendapatkannya?!

Karena sesungguhnya kebaikan hati, kebahagiaannya, dan keberuntungannya adalah terletak pada peribadatan kepada Allah satu-satu-Nya dan memohon pertolongan dari-Nya semata. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang disiksa." [Asy-Syu’araa: 213]

Sedangkan kebinasaan hati, kesengsaraannya, dan kemudharatannya baik di dunia maupun di akhirat adalah terletak pada beribadatan kepada makhluk dan memohon pertolongan darinya. Oleh karena itu, waspadailah hal tersebut! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 لا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولا
"Janganlah kamu adakan Tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." [Al-Israa: 22]

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Kaya lagi Maha Derma, Maha Mulia lagi Maha Penyayang. Dia-lah Dzat yang berbuat baik kepada hamba-Nya sedang Dia tidak membutuh-kannya. Dia menghendaki kebaikan untuk hamba itu dan menghapus kemudharatan darinya, bukan untuk mendatangkan manfaat bagi-Nya dari hamba tersebut atau menolak mudharat, bahkan sebagai rahmat dari-Nya, serta kebaikan dan kecintaan untuknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menciptakan makhluk-Nya untuk memperbanyak harta dan mencari kemuliaan, juga tidak untuk memberikan manfaat kepada-Nya, membela-Nya, atau memberi-Nya rezeki. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh." [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Apa yang dimiliki oleh seorang hamba yang fakir hingga dia dapat memberi?! Apa yang diketahui olehnya tentang makhluk hingga dia dapat menolong selainnya?! Berapa umur yang dimilikinya hingga dia dapat kekal hidup?!

Sesungguhnya seorang makhluk tidak dapat mengetahui kemaslahatanmu sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenalkannya kepadanya; dia tidak mampu memberikan kemaslahatan itu kepadamu sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkannya; dan dia tidak menginginkannya sampai Allah menciptakan di dalam dirinya keinginan dan kehendak untuk hal itu.

Dengan demikian, seluruh perkara akan kembali kepada Dzat yang menciptakannya. Dia-lah Dzat yang seluruh kebaikan ada di tangan-Nya dan seluruh perkara akan kembali kepada-Nya, sehingga ketergantungan hati kepada selain-Nya merupakan mudharat murni yang tidak ada manfaat di dalamnya. Adapun manfaat yang dihasilkan lantaran ketergantungan itu, maka Allah-lah yang menakdirkannya, memudahkannya, dan menyampaikannya untukmu. Kebanyakan makhluk hanya menginginkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka darimu, walaupun hal itu akan memudharati agama dan duniamu. Mereka hanya menginginkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka walaupun dengan memudharati-mu.

Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia hanya menginginkan kemaslahatan bagi dirimu; Dia ingin berbuat baik kepadamu bukan untuk kepentingan-Nya; dan Dia ingin mencegah mudharat dari dirimu. Lalu bagaimana mungkin angan-angan, harapan, dan rasa takutmu itu bergantung kepada selain-Nya?!

Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Tinggi derajat-Nya lagi Maha tinggi dzat-Nya. Dia tidak ingin didekati kecuali dengan amal shaleh yang bersih lagi suci, yaitu keikhlasan yang dapat mengangkat derajat pada pelakunya, mendekatkan diri mereka kepada-Nya, dan menjadikan mereka berada di atas para makhluk-Nya.

Wahyu bagi jiwa dan hati adalah sama seperti kedudukan ruh bagi jasad. Sebagaimana jasad tanpa ruh tidak dapat hidup. Demikian juga jiwa dan hati tanpa ruh wahyu tidak dapat baik dan beruntung. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya). (Dialah) yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai 'Arsy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat)." [Al Ghaafir: 14-15]

Sesungguhya orang yang di dalam hatinya tidak terdapat cahaya keimanan, maka dia akan melihat kemuliaan dengan harta benda dan segala sesuatu, bukan dengan keimanan dan amal-amal perbuatan. Karena itu, dia akan terhalangi dari amal-amal shaleh dan hatinya akan bergantung dengan sesuatu yang fana.

Setiapkali keimanan itu lemah, maka agama akan berkurang, sehingga manusiapun akan menghadap kepada selain Allah. Beramal tanpa keyakinan adalah sama seperti jasad tanpa ruh, tidak ada manfaat di dalamnya. Keyakinan itu adalah kita meyakini bahwa seluruh kemenangan dan keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat, berada di tangan Allah satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya.

Apabila hati-hati menghadap kepada Allah, jasad-jasad dihiasi dengan sunnah-sunnah, niscaya akan dibukakan bagi manusia pintu-pintu petunjuk dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Apabila Allah telah mencintai seorang hamba, maka Allah akan memberikannya petunjuk untuk menuju kepada-Nya; Allah akan memasukkannya ke dalam rumah-Nya; dan Allah akan menyibukkannya dan memperkerjakan hati dan anggota-anggota tubuhnya pada perkara-peraka yang Dia cintai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)." [Asy-Syuuraa: 13]

Ya Allah, berilah kami petunjuk di antara orang-orang yang Engkau berikan petunjuk. Selamatkanlah kami di antara-orang yang Engkau selamatkan. Berilah pertolongan kepada kami di antara orang-orang yang Engkau berikan pertolongan. Perkerjakanlah lisan-lisan kami untuk berdzikir kepada-Mu dan anggota-anggota tubuh kami untuk ta’at dan beribadah kepada-Mu.

-Sahabatmu-
Abu Muhammad Herman

Lanjutan: MENGENAL HATI - Bagian 3 (Bab: Kehidupan Hati)

-----------------------------------------
Foot note:

[1]. Fatawa Asy-Syabakah Al-Islamiyyah Mu'dalah: 3/919. Mausu'ah Khuthab Al-Mimbar: 1/3876.

[2]. Maksudnya: orang yang Sempurna imannya.

[3]. Dimaksud dengan disebut nama Allah ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.

[4]. Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat Ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.

[5]. Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

[6]. Merekalah orang-orang yang dimaksudkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan firman-Nya:
{وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا}
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya." [An-Nisaa': 69]

[7]. Mausu'ah Khuthab Al-Mimbar: 1/2579: Al-'Abdu Baina Al-Alam wa Al-Hazan.

[8]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاء إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ}
((Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah yang Maha Kaya (Tidak memerlu-kan sesuatu) lagi Maha Terpuji.)) [Faathir: 15]

[9]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{..أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}
((Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.)) [Ar-Ra'd: 28]

[10]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}
((Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.)) [Al-Qiyamah: 22-23]

[11]. Di dalam Shahih Al-Bukhori no. 6549, diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rosulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:«إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ لأَهْلِ الْجَنَّةِ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ . يَقُولُونَ لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ . فَيَقُولُ هَلْ رَضِيتُمْ فَيَقُولُونَ وَمَا لَنَا لاَ نَرْضَى وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ . فَيَقُولُ أَنَا أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ . قَالُوا يَا رَبِّ وَأَىُّ شَىْءٍ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ فَيَقُولُ أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِى فَلاَ أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا».
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada penghuni surga: ((Wahai penghuni surga!)) mereka menjawab, “Kami memenuhi panggilan-Mu wahai Rabb.” Allah berfirman: ((Apakah kalian ridho –puas terhadap limpahan nikmat-Ku-?)) mereka menjawab, “Apa yang membuat kami tidak ridho terhadap-Mu wahai Rabb, sedangkan Engkau telah memberikan kepada kami kenikmatan yang tidak Engkau berikan kepada seorangpun dari makhluk-Mu.” Allah berfirman: ((Aku akan berikan kalian kenikmatan yang lebih afdhal daripada kenikmatan itu?)) mereka menjawab, “Wahai Rabb, kenikmatan manakah yang lebih afdhal daripada kenikmatan itu?” Allah berfirman: ((Aku akan limpahkan keridhoan-Ku kepada kalian, sehingga Aku tidak akan murka kepada kalian selama-lamanya.))”

[12]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}
((Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.)) [At-Taubah: 24]

[13]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ}
((Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.)) [Al-Anbiyaa': 22]

[14]. Lihat Majmu' Al-Fatawa: 1/25.

[15]. Muttafaqun ‘Alaih, diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari no. 6549. Imam Muslim no. 2829. dan lafadz ini miliknya.

[16]. Di dalam Shahih Al-Bukhori no. 6171, diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwasanya ada seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Kapankah datang hari kiamat wahai Rosulullah?” Beliau bertanya, “Apakah yang telah kamu siapkan untuk menghadapinya?” Dia menjawab, “Aku tidak menyiapkan banyak shalat, puasa, juga sedekah; akan tetapi aku mencintai Allah dan rasul-Nya.” Beliau menjawab, “Kamu akan berserta orang yang kamu cintai.”

MENGENAL HATI - Bagian 1 (Bab: Penciptaan Hati dan Kedudukan Hati)


(Oleh: Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri hafizhahullah)
بسم الله الرحمن الرحيم


Segala puji hanya milik Allah Dzat Pencipta alam semesta. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah ke hadirat penghulu para Nabi dan rasul, kepada keluarganya, seluruh para shahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari akhir. Amma ba'du:
Sesungguhnya, sebagaimana tubuh itu memiliki ilmu, demikian juga hatipun memiliki ilmu; akan tetapi dari sisi ilmu yang lain.

Untuk menjelaskan pentingnya ilmu tersebut, Rosulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:


"أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ, أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ."


“Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa memiliki daerah terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya daerah terlarang Allah di bumi-Nya adalah perkara-perkara yang diharamkan oleh-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Apabila dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Masalah ini telah dibahas dengan tema-tema yang begitu banyak; inilah ringkasannya. Saya telah membaginya di dalam beberapa tema judul berikut ini:

1. Penciptaan Hati.
2. Kedudukan Hati.
3. Kebaikan Hati.
4. Kehidupan Hati.
5. Pintu-pintu Hati.
6. Macam-macam Hati.
7. Makanan Hati.
8. Mengenal Amalan-amalan Hati.
9. Ciri-ciri Hati Yang Selamat.
10. Mengenal Ketenangan Hati.
11. Mengenal Ketenteraman Hati.
12. Mengenal Kesenangan Hati.
13. Mengenal Kekhusyu'an Hati.
14. Mengenal Rasa Malu Hati.
15. Sebab-sebab Sakit dan Sehatnya Hati.
16. Perusak-perusak Hati.
17. Pintu-pintu Masuk Setan Ke Dalam Hati.
18. Tanda-tanda Sakit dan Sehatnya Hati.
19. Mengenal Penyakit-penyakit Hati dan Pengobatannya.
20. Obat-obat Penyakit Hati.

Saya menempatkan ayat-ayat yang tertera pada tempat-tempatnya di dalam Al-Qur'an. Saya juga mentakhrij hadits-hadits dan hukum yang berkaitan tentangnya apabila tidak terdapat di dalam Shahih Al-Bukhori dan Shahih Muslim atau di salah satunya; dan kebanyakannya berkisar antara shahih dan hasan.

Oleh karena itu, saya mengharap dari Allah Subhanahu wa Ta'ala agar kitab kami ini menjadi pintu untuk memperbaiki dan membersihkan hati. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ


"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." [Ar-Ra'd: 28]

Penciptaan Hati

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." [An-Nahl: 78]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:


أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ


"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." [Al-Hajj: 46]

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia. Manusia memiliki bagian luar dan bagian dalam. Pada bagian dalam manusia terdapat banyak anggota tubuh, yang paling pentingnya adalah jantung, hati, dan lambung.

Lafadz Al-Qalbu dapat disebutkan untuk dua makna:

Pertama, (Jantung) Daging yang berbentuk sanubari, yang terletak di sebelah kiri dada. Dia adalah daging istimewa. Di bagian dalamnya terdapat rongga. Pada rongga tersebut terdapat darah hitam yang merupakan sumber dan tempat penyimpanan ruh. Darah mengalir ke dalam jantung lalu dipompa kembali dengan perantara pembuluh-pembuluh darah untuk memelihara tubuh.

Kedua, Lathifah Rabbaniyyah Ruhaniyyah. Dia memiliki keterikatan dengan jantung. Lathifah tersebut merupakan hakikat manusia. Dialah yang dapat memahami, mengetahui, dan mengenal. Dialah yang diberikan perintah, tuntutan, pahala, dan hukuman. Lathifah tersebut memiliki keterikatan dengan jantung.

Ruh adalah raga halus. Sumbernya adalah rongga jantung. Dia menyebar ke seluruh bagian-bagian tubuh dengan perantara pembuluh-pembuluh darah. Dia berjalan di dalam tubuh. Pancaran cahaya kehidupan dan indera; pendengaran, penglihatan, dan penciuman berasal darinya menuju anggota-anggota tubuh, sama seperti pancaran cahaya lampu yang diedarkan di pojok-pojok rumah.

Perjalanan dan pergerakan ruh di bagian dalam tubuh manusia menyerupai pergerakan lampu di bagian sisi-sisi rumah dengan digerakkan oleh penggeraknya.

An-Nafsu dapat diartikan sebagai dzat manusia, yaitu lathifah yang merupakan jiwa dan dzat manusia; juga dapat diartikan sebagai penghimpun kekuatan amarah dan syahwat di dalam tubuh manusia.

Akal adalah segala sesuatu yang dipikirkan oleh manusia tentang perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang dapat mencacati dan menodainya; kebalikannya adalah kegilaan. Akal dapat diartikan sebagai ilmu tentang hakikat-hakikat perkara, sehingga dia menjadi suatu ungkapan tentang sifat ilmu yang tempatnya adalah hati; juga dapat diartikan sebagai lathifah yang dapat menangkap ilmu, sehingga dia menjadi sebagai hati.

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia, Allah menguji dan mencobanya dengan beberapa hal yang dapat mengorek kejujuran dan kedustaannya, keta’atan dan kemaksiatannya, juga kebaikan dan keburukannya.

Sehingga Allah mencampur empat unsur di dalam penciptaan dan pembentukan manusia, yaitu: Sifat-sifat binatang buas, sifat-sifat binatang ternak, sifat-sifat setan, dan sifat-sifat rabbani. Itu semua dikumpulkan di dalam hatinya.

Manusia, dari segi amarah yang menguasainya, dia akan melakukan perbuatan-perbuatan binatang buas, seperti permusuhan, kebencian, menghujam orang-orang dengan cercaan, pukulan, dan pembunuhan.

Manusia, dari segi syahwat yang menguasainya, dia akan melakukan perbuatan-perbuatan binatang ternak, seperti kerakusan, ketamakan, doyan kawin, nafsu sex, dan lain sebagainya.

Manusia, dari segi keistimewaannya dari binatang ternak dengan akal yang dimilikinya, namun menyerupai binatang di dalam amarah dan syahwat, dia akan dirasuki sifat setan. Sehingga dia akan menjadi orang picik yang menggunakan akalnya untuk menciptakan jalan-jalan kejahatan, menggapai tujuan-tujuan dengan makar dan tipu muslihat, dan menampakkan keburukan dengan tampilan kebaikan. Itu semua adalah akhlak-akhlak setan.

Manusia, dari segi perkara rabbani yang ada di dalam jiwanya, dia akan mengaku-ngaku sifat rububiyyah (ketuhanan) bagi dirinya, mencintai kekuasaan di dalam segala perkara, suka bertindak sewenang-wenang di dalam segala urusan, egois terhadap kepemimpinan, dan lepas dari tali peribadatan dan sikap tawadhu’. Dia juga akan mengaku-ngaku mengetahui hakikat segala perkara.

Padahal mengetahui seluruh hakikat dan menguasai seluruh makhluk adalah termasuk di antara sifat-sifat rububiyyah; dan di dalam jiwa manusia terdapat ketamakan akan hal tersebut.

Di dalam setiap jiwa manusia terdapat noda kotoran dari keempat sifat-sifat tersebut, sehingga mengenal hati dan hakikat sifat-sifatnya merupakan landasan agama dan asas jalannya orang-orang yang melangkah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"(Dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun." [An-Nuur: 40]

Hati dapat tenggelam di dalam perkara yang menguasainya seperti sesuatu yang dia suka, dia benci, dan dia takuti.

Sesuatu yang dia suka akan terus dia cari; sesuatu yang dia benci akan terus dia lawan; dan sesuatu yang takuti akan terus dia hindari.

Rasa harap selalu bergantung dengan sesuatu yang disukai; dan rasa takut selalu bergantung dengan sesuatu yang dibenci.

Tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan-kebaikan dan segala sesuatu yang disukai kecuali Allah; dan tidak ada yang dapat menghilangkan keburukan-keburukan dan segala sesuatu yang dibenci kecuali Allah. Allah Maha Mengetahui di mana Dia menjadikan risalah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ


"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [Yunus: 107]

Kedudukan Hati

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ


"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." [Qaaf: 37]

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:


"أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ, أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ."


“Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa memiliki daerah terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya daerah terlarang Allah di bumi-Nya adalah perkara-perkara yang diharamkan oleh-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Apabila dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52. Imam Muslim no. 1599).

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kelebihan kepada manusia dan memuliakan-nya atas kebanyakan makhluk-Nya, yaitu dengan memberikannya kemampuan untuk mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengenal Allah merupakan keindahan, kesempurna-an, kebanggaan, kebahagiaan, dan ketenteraman manusia di dunia. Juga bekal dan tabungannya di akhirat.

Manusia hanya mampu mengenal Allah dengan hatinya, bukan dengan anggota tubuh yang lain. Hatilah yang mengenal Allah; dialah yang dekat kepada Allah; dialah yang beramal karena Allah; dialah yang berjalan menuju Allah; dan dialah yang mengetahui apa-apa yang ada di sisi Allah. Adapun anggota-anggota tubuh lainnya hanyalah pengikut, pelayan, dan alat bantu baginya.

Hati mempergunakan dan memperkerjakan anggota-anggota tubuh layaknya seorang majikan memperkerjakan seorang budak; layaknya seorang pemimpin memperkerjakan rakyat; dan layaknya seorang manusia mempergunakan alat bantu.

Hatilah yang diterima di sisi Allah apabila dia selamat dari peribadatan kepada selain Allah. Hati pula yang terhalangi dari Allah apabila dia tenggelam di dalam peribadatan kepada selain Allah.

Dialah yang berbahagia dengan kedekatannya kepada Allah, sehingga dia beruntung apabila dia membersihkannya. Dia pula yang merugi dan sengsara apabila dia mengotorinya dan menghinakannya.

Dialah yang patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hakikatnya. Adapun amal-amal ibadah dan tingkah laku yang keluar dari anggota-anggota tubuh adalah cahaya dan pengaruh hati.

Kebaikan-kebaikan bagian luar manusia dan kejelekan-kejelekannya akan nampak terlihat tergantung dengan cahaya dan kegelapan yang ada di dalam hati, karena setiap bejana akan meneteskan apa yang ada di dalamnya. Hati sama seperti tungku yang akan mendidihkan apa yang ada di dalamnya.

Kebaikan dunia dan kerusakannya tergantung dengan aktifitas manusia di dalam kehidupan, karena dia adalah jantung dunia dan penghuninya. Kebaikan tubuh manusia dan kerusakan-nya tergantung dengan kebaikan hati dan kerusakannya pula, sebagaimana Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ, أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ."


“Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa memiliki daerah terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya daerah terlarang Allah di bumi-Nya adalah perkara-perkara yang diharamkan oleh-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Apabila dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52. Imam Muslim no. 1599)

Apabila manusia dapat mengenal hatinya, pasti dia dapat mengenali dirinya. Apabila dia telah mengenal dirinya, niscaya dia dapat mengenal Rabbnya.[1] Namun, apabila manusia bodoh terhadap hatinya, maka dia pun akan bodoh terhadap dirinya. Apabila dia bodoh terhadap dirinya, sudah pasti dia bodoh terhadap Rabbnya. Barangsiapa yang mengenal Rabbnya, pasti dia dapat mengenal segala sesuatu.

Namun, barangsiapa yang bodoh terhadap Rabbnya, dia pasti bodoh terhadap segala sesuatu. Barangsiapa yang bodoh terhadap hatinya, maka dia lebih bodoh terhadap yang lainnya. Kebanyakan manusia bodoh terhadap hati mereka, diri mereka sendiri, dan bahkan terhadap Rabb mereka. Hatinya telah dibatasi antara mereka dan antara diri-diri mereka, karena sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ


"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu [2]. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya [3] dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." [Al-Anfaal: 24]

Pembatasan hati adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalanginya dari melihat Allah, muraqabah terhadap-Nya, dan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Terkadang hati terjerumus ke tempat yang serendah-rendahnya dan terus turun sampai pada tingkatan para setan; dan terkadang dia meningkat ke tempat yang setinggi-tingginya dan terus naik sampai kepada alam para malaikat yang didekatkan kepada Allah. Demikianlah dia berbolak-balik di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahmaan.[4]

Kebutuhan hati terhadap mengenal Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya adalah lebih besar daripada kebutuhan tubuh terhadap makanan dan minuman.

Perbandingan kebutuhan hati terhadap keimanan dan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kebutuhan tubuh terhadap makanan dan minuman adalah seperti perbandingan gunung dan semut merah yang kecil, juga seperti perbandingan lautan dan setetes air.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan tiga wadah penting di dalam tubuh setiap manusia, yaitu: Otak, hati, dan lambung.

Otak adalah wadah untuk akal dan ilmu. Hati adalah wadah untuk keimanan dan tauhid. Sedangkan lambung adalah wadah untuk makanan dan minuman. Masing-masing wadah akan mendapatkan makanannya dan kamupun akan mendapatkan hasilnya.

Hati adalah tempat keimanan, tashdiq (kepercayaan), keyakinan, pengagungan, rasa takut, rasa tawakkal, rasa cinta, rasa tenteram, mengenal, patuh, dan berserah diri terhadap Rabb Pencipta alam semesta.

Oleh karena itu, hati telah menjadi pusat perhatian Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap seorang hamba, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ."


“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa-rupa kalian juga harta-benda kalian, melainkan Allah melihat hati-hati kalian juga amal-perbuatan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Sumber ilmu yang dapat mewariskan amal perbuatan dan mendatangkan kekhusu’an hati, rasa takut, rasa cinta, kedekatan, rasa tenteram, dan terus ta’at terhadap Rabbnya adalah ilmu tentang Allah, yaitu mengenal nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, karunia-karunia-Nya, kenikmatan-kenikmatan-Nya, dan sifat-sifat kemulian dan keindahan-Nya; lalu mengenal janji dan ancaman-Nya, yaitu kenikmatan surga yang telah Allah persiapkan untuk orang-orang yang bertakwa dan siksa api neraka yang telah Allah persiapkan untuk orang-orang yang jahat.

Selanjutnya adalah ilmu tentang hukum-hukum Allah dan perkara-perkara yang Allah cintai dan Allah ridhoi dari seorang hamba seperti perkataan, amal perbuatan, keadaan, ataupun keyakinan. Dia terus istiqamah terhadap ilmu tersebut sampai dia mati.

Barangsiapa yang tidak mendapatkan ilmu yang bermanfaat itu, maka dia akan terjerumus di dalam empat hal yang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon perlindungan darinya, beliau bersabda:

"اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا."


“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak pernah khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak pernah dikabulkan.” (HR. Muslim no. 2722).

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya [5]; Allah menciptakan hati untuk manusia yang dengannya dia dapat mengetahui banyak hal; Allah menciptakan mata untuk manusia yang dengannya dia dapat melihat banyak hal; Allah menciptakan telinga untuk manusia yang dengannya dia dapat mendengar banyak suara; dan Allah menciptakan akal untuk manusia yang dengannya dia mengerti banyak hal.

Demikian juga Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan seluruh anggota tubuh manusia untuk suatu perkara dan suatu pekerjaan. Tangan untuk bertindak, kaki untuk berjalan, lidah untuk berucap, mulut untuk makan, hidung untuk mencium, begitu juga seluruh anggota tubuh bagian luar dan bagian dalam, masing-masing memiliki tugas dan hikmah.

Apabila manusia menggunakan anggota tubuh itu sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka itulah kebenaran. Perbuatan itu pantas dan layak bagi anggota tubuh tersebut, bagi Rabb Penciptanya, dan bagi sesuatu yang dikerjakan.

Namun, apabila dia tidak menggunakan anggota tubuh itu pada haknya bahkan membiar-kannya sia-sia, maka itulah kerugian, dan pemiliknya adalah orang yang tertipu. Apabila dia menggunakannya tidak sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka itulah kesesatan dan kebinasaan, dan pemiliknya termasuk di antara orang-orang yang merubah kenikmatan Allah menjadi kekufuran.[6]

Hati adalah pemimpin, penguasa, dan pengendali anggota tubuh. Pikiran bagi hati laksana pendengaran bagi telinga.

Kebaikan, hak, dan tujuan penciptaan hati adalah untuk memikirkan banyak hal: Sehingga dia mengenal Rabbnya, Dzat yang disembahnya, dan Dzat Penciptanya; dia mengetahui apa yang bermanfaat dan yang bermudharat baginya; dia mengetahui apa yang baik dan yang merusak dirinya; dan dia juga mengetahui sebab-sebab keselamatan dan sebab-sebab kebinasaan. Dia dapat membedakan antara ini dan itu. Dia dapat memilih apa yang bermanfaat dan baik bagi dirinya. Dia berpegang dengan tali Allah dan tidak menoleh kepada selain-Nya.

Manusia berbeda-beda dalam penciptaannya dan berbeda-beda dalam memikirkan banyak hal. Ada yang sempurna, ada juga yang kurang. Ada yang memikirkan banyak hal, ada juga yang sedikit. Ada yang baik pikirannya, ada juga yang buruk.

Apabila seorang hamba beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan kemuliaan kepada hatinya dengan sepuluh kemuliaan:

Pertama: Kehidupan

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


"Dan apakah orang yang sudah mati [7] kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." [Al-An’aam: 122]

Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.[8] Begitu juga Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan hati dan memberikan cahaya keimanan di dalamnya, maka tidak boleh memberikan bagian dari hati itu kepada selain-Nya.

Kedua: Penawar

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Serta melegakan hati orang-orang yang beriman." [At-Taubah: 14]

Madu adalah penawar tubuh; keimanan adalah penawar hati; dan ilmu adalah penawar kebodohan.

Ketiga: Kesucian.

Tukang emas atau perak, apabila dia membersihkan emas sekali, dia tidak akan memasukkannya ke dalam api. Begitu juga Allah Subhanahu wa Ta’ala, apabila Dia membersihkan hati-hati kaum mukminin, Dia tidak akan memasukkan mereka ke dalam api neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ


"Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar." [Al-Hujuraat: 3]

Kempat: Hidayah

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya." [At-Taghaabun: 11]

Kelima: Keteguhan iman.

Sesungguhnya kertas, apabila telah dituliskan ayat Al-Qur’an di dalamnya, maka tidak boleh membakarnya. Begitu juga hati seorang mukmin, apabila telah ditanamkan keimanan di dalamnya, maka tidak boleh membakarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan [9] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." [Al-Mujaadilah: 22]

Keenam: Ketenangan

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا


"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi [10] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." [Al-Fath: 4]

Ketujuh: Persatuan

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


"Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman) [11]. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana." [Al-Anfaal: 63]

Kedelapan: Ketenteraman

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ


"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." [Ar-Ra’d: 28]

Kesembilan: Rasa cinta

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ


"Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus." [Al-Hujuraat: 7]

-Sahabatmu-
Abu Muhammad Herman

(Bersambung...)

----------------------------------------
Foot note:

[1] Lihat Majmu' Al-Fatawa: 9/295. Al-Hawi Lil-Fatawa karya Imam As-Suyuthi: 3/357. Iqazh Al-Himam Syarh Matan Al-Hikam: 1/2. Ihya 'Ulum Ad-Din: 2/431. Al-Fatawa Al-Haditsiyyah karya Ibnu Hajar Al-Haitsami: 1/677. Maksudnya adalah barangsiapa yang mengenal kelemahan, kefakiran, kelalaian, kerendahan, dan rasa takut yang ada pada dirinya sendiri, maka dia akan mengenal sifat-sifat kemuliaan dan keindahan Rabbnya sebagaimana yang layak untuk-Nya. Sehingga diapun terus-menerus mengawasinya hingga dibukakan baginya pintu penyaksian-Nya. Diapun termasuk di antara orang-orang special yang dipenuhi sifat makrifatullah dan dipakaikan pakaian kekhilafahan-Nya.

[2] Maksudnya: menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. juga berarti menyeru kamu kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

[3] Maksudnya: Allah-lah yang menguasai hati manusia.

[4] Diriwayatkan dari Abdullah bin ’Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu Anhuma, dia berkata bahwasanya dia telah mendengar Rosulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

«إِنَّ قُلُوبَ بَنِى آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ». ثُمَّ قَالَ: «اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ».

"Sesungguhnya hati-hati anak Adam (manusia) berada di antara jari-jari Ar-Rahman seperti satu hati. Dia membolak-balikkanya sebagaimana Dia kehendaki." Lalu beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berdoa, "Ya Allah, wahai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, palingkanlah hati-hati kami di atas keta'atan-Mu." (HR. Imam Muslim no. 6921)

[5] Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ}

((Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.)) [At-Tiin: 4]

[6] Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُواْ نِعْمَةَ اللّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّواْ قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ}

((Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?)) [Ibrahim: 28]

[7] Maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya yakni orang-orang kafir dan sebagainya.

[8] Shahih, Sunan Abu Daud no. 3075.

[9] Yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain-lain.

[10] Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya

[11] Penduduk Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj selalu bermusuhan sebelum nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah dan mereka masuk islam, permusuhan itu hilang.
 
Copyright 2009 Ruang Belajar Ummu Naufal - Widuri. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Download Royalty free images without registering at Pixmac.com